KPK Tetapkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur Tersangka Suap Dana Hibah BNPB
Selain Andi Merya, KPK juga menjerat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah. Keduanya dijerat usai diamankan dalam operasi tangkap tangan tim penindakan KPK pada Selasa (21/9) 2021.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur. Pengadaan barang dan jasa tersebut berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Selain Andi Merya, KPK juga menjerat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah. Keduanya dijerat usai diamankan dalam operasi tangkap tangan tim penindakan KPK pada Selasa (21/9) 2021.
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Dimana Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Kapan Tjokropranolo menjadi Gubernur DKI Jakarta? Hingga pada tahun 1977, ia dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 1977-1982.
"Setelah dilakukan pengumpulan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dua tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/9).
Ghufron membeberkan, kasus ini bermula pada Maret hingga Agustus 2021 dimana Bupati Andi dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) serta dana siap pakai (DSP).
Setelah proposal tersebut jadi, keduanya mendatangi kantor BNPB Pusat di Jakarta pada awal September 2021. Mereka menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan, dimana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 Miliar.
"Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, AZR (Anzarullah) kemudian meminta AMN (bupati) agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan AZR dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur," kata Ghufron.
Ghufron menyebut, khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Bupati Andi menyetujui permintaan Anzarullah dan sepakat akan memberikan fee kepada Bupati Andi sebesar 30%.
Selanjutnya Bupati Andi memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Kabag ULP Dewa Made Ratmawan DEWA agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan menguploadnya ke LPSE sehingga perusahaan milik Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan 2 proyek tersebut.
"Sebagai realisasi kesepakatan, AMN diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan AZR tersebut," kata Ghufron.
Menurut Ghufron, Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 Juta lebih dahulu kepada Bupati Andi dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi Bupati Andi. Namun saat hendak penyerahan, mereka terjaring operasi tangkap tangan tim penindakan.
Sebagai pemberi, Anzarullah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Bupati Andi sebagai penerima diaangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf
(b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber: Liputan6.com