Kualitas kereta cepat Jakarta-Bandung dipertanyakan
Para pengusaha berkaca dari bus Transjakarta bikinan Tiongkok kerap terbakar.
Kualitas Kereta Cepat Jakarta-Bandung dipertanyakan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Barat. Keraguan itu mencuat lantaran megaproyek nasional itu bakal digarap China, lewat perusahaan gabungan PT KCIC.
Kekhawatiran itu menyeruak dalam diskusi Sosialisasi dan Dialog Publik Kereta Cepat di Hotel Panghegar, Kota Bandung, Jumat (19/2). Di forum itu hadir Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, dan perwakilan PT KCIC.
"Ini kan high tech ya. Kita sudah lihat busway banyak yang kebakar, ini kan dari China. Nah, sekarang bagaimana teknologi kereta cepat yang berdampak pada lingkungan dan masyarakat," kata Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Sutisno.
Agung mengatakan, Jabar sebagai penopang Ibu Kota DKI Jakarta tentu butuh percepatan dari segi infrastruktur. Sehingga menurut dia mestinya tidak boleh main-main buat menentukan kualitas dari kereta cepat itu.
"Jabar ini provinsi yang strategis karena secara geografis dekat dengan Jakarta, dan menjadi kawasan industri nasional terbesar," sambung Agung.
Menurut Agung, jika proyek kereta cepat memang menjadi fokus tentu sangat membantu pengusaha. Sebab, akses distribusi logistik tidak akan berbenturan lagi dengan kepentingan rekreasi warga.
"Kalau ada kereta cepat, orang akan pindah, sehingga jalan bisa lowong. Ini tentu akan membantu pendistribusian pengusaha," ujar Agung.
Menanggapi hal itu, Rini beralasan menjatuhkan pilihan kepada China sebagai penggarap kereta cepat, lantaran skema penawaran dari Jepang lebih berat. Penawaran China dipilih karena menurut dia pemerintah tidak merogoh kocek dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
"Kalau yang skema Jepang itu investornya pemerintah, jadi kita harus menaruh uang yang berasal dari APBN," kata Rini.
Rini melanjutkan, tawaran Jepang ditolak karena Presiden Joko Widodo ingin alokasi APBN buat fokus pembangunan di luar Jawa. Menurut dia, skema ditawarkan China adalah seluruh pendanaan bersifat komersil dari investor atau B2B (business to business).
"Jadi tidak ada jaminan pemerintah," ucap Rini.