Kurva Covid-19 Melandai Tak Bisa Jadi Acuan Kasus Turun, Jangan Longgarkan PSBB
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menyatakan, kurva jumlah penderita yang disajikan pemerintah tidak bisa dijadikan acuan bahwa kasus infeksi Covid-19 di Indonesia telah menurun.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menyatakan, kurva jumlah penderita yang disajikan pemerintah tidak bisa dijadikan acuan bahwa kasus infeksi Covid-19 di Indonesia telah menurun.
"Karena, di seluruh Indonesia laju kenaikan kasus ini terus cenderung meninggi. Dan jangan lupa yang namanya prediksi model adalah bahan strategi dan bukan justifikasi kasus yang sudah landai dan hilang. Lihat aja kenaikan kasus setiap hari itu terus terjadi," ujar Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Senin (11/5).
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
Menurut Hermawan, pemerintah membuat kurva belum berdasarkan perhitungan-perhitungan yang matang. Hanya sekadar data dan tidak berarti apa-apa, terlebih soal kaitannya dengan strategi yang akan dihadapi ke depannya.
Alasannya, karena kurva yang disajikan pemerintah tidak menjelaskan dengan permodelan perhitungan dan hanya sekadar angka-angka yang ditampilkan.
"Yang pasti angka terus naik, pasien terus melonjak dan puncak kejadian di Indonesia belum terjadi. Jadi ya, itu saja sekadar angka-angka kejadian bukan kurva berdasarkan perhitungan modeling," ungkapnya.
Padahal, dia mengingatkan kepada pemerintah agar melakukan perhitungan dengan kurva yang tepat. Sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan.
"Maka yang paling terpenting sebenarnya, pemerintah jangan sampai kontra kebijakan, kendaraan umum boleh beroperasi, pekerja malah ada yang diperbolehkan. Ini malah kontra sekali dengan visi besar kita untuk melawan Covid-19," ujarnya.
Oleh karena itu, Hermawan mengatakan jangan sampai pemerintah melangkah mundur, terlebih melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan kebijakan kontra.
"PSBB yang memang sudah longgar seharusnya diperketatkan aturan PSBB itu sendiri," katanya.
Klaim Kurva Covid-19 yang Melandai
Sebelumnya, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menjelaskan pernyataan pemerintah soal kurva Covid-19 yang melandai adalah laju kasus menurun yang dilihat secara mingguan, bukan harian.
"Jadi, yang dimaksud kurva melandai ini adalah suatu tren yang dilihat mingguan. Apabila tren mingguan turun, itulah yang disebut melandai. Jadi kurvanya tidak melandai, tapi laju penambahannya yang menurun. Jadi, otomatis jumlahnya kumulatifnya stagnan dan landai," ujar Wiku dalam konferensi pers, Senin (11/5).
Wiku menjelaskan bahwa tren penyebaran Covid-19 bisa terlihat dari kurva yang tergambar berdasarkan data penambahan kasus baru per hari atau per pekan. Namun, untuk mengetahui apakah kurva tersebut melandai harus menggunakan data per pekan.
Wiku menambahkan, Apabila tren mingguan semakin menurun dan tidak harus banyak tetapi lajurnya menurun, itulah yang disebut melandai. Secara kurva tidak melandai, namun konteks laju penambahannya yang menurun.
Wiku juga mencontohkan beberapa kasus yang terjadi di sejumlah wilayah. Seperti Jakarta terpantau naik pada 13 April dan turun pada 4 Mei, kemudian Jawa Barat yang sudah menurun dan kemudian naik lagi.
Membaca kurva Corona untuk menarik kesimpulan, apakah melandai atau tidak, juga perlu dicermati sampai tingkat daerah, bukan hanya tingkat nasional.
"Ini harusnya menjadi alat navigasi. Satu data penting sekali untuk tunjukkan tren. Dan kalau beberapa aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya harus melihat per daerah bukan hanya nasional," jelasnya.
(mdk/bal)