Langkah Menhub Jonan larang ojek online tidak sesuai tujuan Jokowi
Kemajuan teknologi seharusnya membuat masyarakat menjadi mudah.
Larangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan terhadap transportasi berbasis aplikasi internet menuai kecaman. Langkah Jonan dianggap tidak sejalan dengan visi misi Presiden Joko Widodo dalam memudahkan investasi.
"Birokrasi Kemenhub sangat menyedihkan. Disaat publik antusias dengan semangat Presiden Jokowi mendorong kemudahan investasi dan mendorong semangat enterpreuner dan kreatifitas untuk memudahkan publik dan meningkatkan roda ekonomi. Tapi semangat tersebut malah ditumpulkan oleh birokrasi sendiri yang tidak bisa move on dari berpikir konservatif," kata Ketua Pusaka Trisakti Fahmi Habsee dalam keterangannya, Jumat (18/12).
Kemajuan teknologi, kata Fahmi, seharusnya membuat masyarakat menjadi mudah dalam melakukan kegiatannya. Namun, Kementerian Perhubungan justru beralasan adanya transportasi berbasis aplikasi justru menimbulkan gesekan persaingan pendapatan.
Padahal, lanjut dia, dalam praktiknya ojek online itu mampu menghidupkan pelbagai sektor. Mulai dari pengemudi dan memudahkan tempat usaha lainnya, terutama untuk mengantarkan dagangan.
"Biarlah publik punya banyak pilihan, tapi kan masyarakat yang diuntungkan. Efek multiplier dari keberadaan Gojek dan sejenisnya luar biasa. Mulai transaksi industri restaurant jadi lebih meningkat karena publik bisa menikmati kuliner bermacam-macam juga industri toko retail dan lain-lain," ujarnya.
Lembaga kajian penyokong kebijakan Jokowi-JK melihat masyarakat akan geram terhadap putusan Jonan melarang operasi transportasi online. Apalagi cara ini tentu membuat para pengusaha kreatif makin terganggu.
"Inikah hadiah Natal dan Tahun Baru dari Jonan untuk publik dan pengusaha kreatif? Saya pikir perlu Presiden ditanyakan langsung ke masyarakat apa yang diinginkan publik. Kebijakan melarang GoJek dan sejenisnya atau kebijakan melarang Jonan jadi Menhub," terangnya.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring (online) beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya, Kamis (17/12).
Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.
Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis start-up (pemula) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum. "Apapun namanya, pengoperasian sejenis, GO-JEK, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya.