Mahfud Respons Wamenkeu Soal Transaksi Rp349 T: Bedanya Hanya Cara Memilah Data
Perbedaan angka transaksi janggal Kemenkeu yang diungkapkan Mahfud dengan laporan Kemenkeu sempat menjadi sorotan, terutama setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 itu menjalani RDPU bersama Komisi III DPR RI.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik pernyataan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suhaisil Nazara yang mengonfirmasi bahwa data kedua lembaga terkait transaksi janggal di Kementerian Keuangan hasil laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah sama adanya.
Mahfud mengutarakan hal itu melalui media sosial pribadinya, sembari mengutip tautan pemberitaan mengenai pernyataan Wamenkeu yang tersiar Jumat (31/3).
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
-
Apa alasan Mahfud Md memutuskan untuk mundur dari jabatan Menko Polhukam? Hari ini saya sudah membawa surat untuk presiden, untuk disampaikan ke presiden langsung tentang masa depan politik saya, yang belakangan ini menjadi perbincangan publik. Dan surat ini akan disampaikan begitu saya mendapat jadwal ketemu presiden. Tapi saya bawa terus karena memang surat ini begitu saya diberi waktu langsung saya ketemu langsung saya sampaikan surat ini," kata Mahfud dalam pernyataannya di Lampung, Rabu.
-
Siapa yang membantah pernyataan Mahfud MD? Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
-
Bagaimana Mahfud MD ingin menularkan ketegasannya? Justru saya akan semakin tegas dan membuat jaringan-jaringan agar ketegasan itu akan menular ke birokrasi di mana saya memimpin. Itu saja sebenarnya,” pungkas Mahfud MD.
"Akhirnya clear, kan? Wamenkeu mengakui tidak ada perbedaan data antara Kemenkeu dan Menko Polhukam/PPATK tentang dugaan pencucian uang. Angka agregat Rp449 Triliun dengan 300 surat. Bedanya hanya cara memilah data. Itu yang saya bilang di DPR. Sekarang tinggal penegakan hukumnya," cuit Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd pada Jumat (31/3) petang.
Mahfud menambahkan cuitannya sembari mengoreksi kesalahan pengetikan yang dilakukannya atas angka agregat Rp449 triliun, yang seharusnya Rp349 triliun, sembari menjanjikan untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai angka Rp189 triliun yang sempat dikemukakannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (29/3).
"Ya, typo. Yang benar, angka agregatnya sama Rp349 T, suratnya 300, dugaan korupsi di Kemkeu bukan 3,3T tapi 35T. Itu sama semua. Yang 189T berbeda, nanti kita jelaskan," cuit Mahfud lagi.
Perbedaan angka transaksi janggal Kemenkeu yang diungkapkan Mahfud dengan laporan Kemenkeu sempat menjadi sorotan, terutama setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 itu menjalani RDPU bersama Komisi III DPR RI.
Kemenkeu: Tak Ada Perbedaan Data dengan Mahfud MD
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menegaskan tidak ada perbedaan data antara Kementerian Keuangan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) terkait transaksi janggal sebesar Rp349 triliun. Selain itu, tak ada perbedaan data dengan yang dipaparkan Menko Mahfud MD.
Transaksi tersebut berasal dari sumber surat yang sama yakni 300 surat rekapan. "Tidak ada perbedaan data, kita kerja atas 300 rekap surat," kata Suahasil dalam Media Briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (31/3).
Hanya saja, Suahasil mengungkapkan ada perbedaan dalam hal membaca data. Data yang diberikan PPATK oleh Kementerian Keuangan dilakukan pendalaman dan pemisahan berdasarkan klasifikasi tertentu.
"Cara mengklasifikasikannya bisa kita lakukan dengan berbagai macam cara karena kita konsisten. Bisa kita tunjukkan klasifikasi, tidak ada yang kita tutup-tutupi di sini," tuturnya.
Suahasil menjelaskan ada dua klasifikasi surat yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal pegawai Kemenkeu.
Pertama, surat yang dikirimkan ke Kemenkeu berjumlah 135 surat. Dalam surat ini melibatkan 363 ASN/PNS Kemenkeu dengan nilai transaksi Rp22,04 triliun.
Kedua 64 surat yang dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum (APH). Tercatat ada 103 PNS Kemenkeu yang transaksinya janggal dengan senilai Rp13,07 triliun.
"Kalau surat dikirim ke APH, Kemenkeu tidak terima, yang terima APH. Karena itu di Komisi XI kita menguraikan yang Rp 22 triliun," kata Suahasil.
Dalam surat yang diterima Kemenkeu dengan transaksi Rp22 triliun ini ternyata melibatkan 4 korporasi dan 2 perusahaan pribadi. Transaksi 4 perusahaan tersebut nilainya Rp18,7 triliun. Sedangkan sisanya Rp3,3 triliun merupakan transaksi janggal yang terkait pegawai Kemenkeu saja.
"(Sebanyak) Rp 18,7 triliun adalah korporasi A,B,C,D,E, F, Rp3,3 triliun yang memang transaksi pegawai," jelasnya.
Surat tersebut kemudian dilakukan identifikasi oleh Kementerian Keuangan. Hasilnya, nilai transaksinya berkurang menjadi Rp35,11 triliun.
Libatkan Pegawai Kemenkeu
Selain itu, PPATK juga mengirimkan surat terkait transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dengan pihak lain. Dalam surat ini nilai transaksinya mencapai Rp53,82 triliun.
Terkait hal ini, PPATK hanya mengirim 2 surat ke aparat penegak hukum. Isi suratnya menyebut ada 23 pegawai Kemenkeu dan pihak lain yang nilai transaksinya sebesar Rp 47,0 triliun.
PPATK juga mengirimkan surat kepada Kemenkeu terkait sebagai penyidik tindak pidana asal dan tindak pencucian uang (TPPU). Surat tersebut merupakan transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan yang nilainya Rp260,5 triliun.
Saat ditindaklanjuti, sebanyak 65 surat ternyata melibatkan perusahaan dengan nilai transaksi Rp 253,5 triliun. Lalu ada 34 surat lainnya yang dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum. Surat tersebut juga masih melibatkan perusahaan dengan nilai transaksi Rp 14,18 triliun.
Sehingga jika dijumlahkan, transaksi mencurigakan di lingkungan pegawai Kemenkeu mencapai Rp 349,8 triliun. Menurutnya, adanya perbedaan data yang terjadi selama ini lantaran Kemenkeu tidak menerima semua surat yang dikirimkan PPATK.
"Datanya itu klasifikasinya aja yang beda. Begitu klasifikasi disetel, sama. Jumlah surat PPATK 300 surat, sama. Total nominalnya Rp 349,8 triliun, sama, informasi yang sama," jelasnya.
Klarifikasi Heru Pambudi
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Heru Pambudi buka suara usai namanya disebut oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD dalam rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR-RI. Heru mengakui dirinya bersama Inspektorat Jenderal Kemenkeu Sumiyati menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya hadir dan ada absennya. Saya bersama Ibu Sumiyati dan Bapak Rama Wijayanta," kata Heru.
Kala itu, Heru merupakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Heru menerima surat dengan laporan transaksi janggal sebesar Rp189 triliun dan sudah ditindaklanjuti. "Kementerian Keuangan menerima dokumen PPATK dan sudah ditindaklanjuti," kata dia.
Di tahun 2017 tersebut, Kementerian Keuangan sudah berkoordinasi dengan menggelar rapat perkara. Dalam rapat tersebut pada intinya membahas penguatan-penguatan yang diperlukan dalam gelar perkara
"Kita bahas penguatan-penguatan yang perlu dilakukan untuk pengawasan komoditi emas ekspor dan impor," katanya.
Gelar perkara tersebut menghasilkan pembentukan tim teknis untuk pendalaman, pengawasan dan administrasi kepabeanan. Lalu ada tim teknis yang mengulas soal pajak dan tim untuk mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari nilai transaksi janggal sebesar Rp189 triliun.
"Follow up dari itu kita bentuk tim teknis untuk pendalaman, pengawasan dan administrasi kepabeanan, pajak dan TTPU-nya sendiri," kata dia.
(mdk/gil)