Mahfud Sebut Era Jokowi Bebas Pelanggaran HAM, Apa Kabar Korban Demo RUU KUHP?
Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan tidak ada pelanggaran HAM berat yang terjadi di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan tidak ada pelanggaran HAM berat yang terjadi di era pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, berdasarkan catatan Kemenko Polhukam, ada 11 pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia dan dalam proses penyelesaian. Namun, 11 pelanggaran HAM berat tersebut tak terjadi di era Jokowi.
"Di era Pak Jokowi sejak 2014 sampai sekarang tidak ada satupun isu pelanggaran HAM. Berdasar hasil baik dari Komnas HAM maupun kita (pemerintah), 11 kasus semuanya terjadi jauh sebelum Pak Jokowi," kata Mahfud di Ruang Parikesit Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Kenapa Jokowi meminta Kemenkes segera mengisi kekurangan dokter spesialis? "Tadi Pak Menkes sudah menyampaikan bahwa dokter umum masih kurang 124.000, dokter spesialis masih kurang 29.000. Jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi," kata Jokowi dalam Peresmian Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, Senin (6/5).
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Mengapa para aktivis mendesak Presiden Jokowi terkait pelanggaran HAM? Mereka mendesak segera diadilinya pihak-pihak yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran berat HAM.
Mahfud menjelaskan definisi sebagai pelanggaran HAM. Menurut dia, umumnya kategorisasi dibagi menjadi dua. Pertama, kejahatan atau kriminal orang membunuh orang, oknum menganiaya orang.
Kedua, pelanggaran HAM by law. Menurut definisi hukum adalah pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah dengan terencana dan dengan tujuan tertentu. Kendati demikian, menurut Mahfud yang dapat dikategorikan pelanggaran HAM berat adalah definisi yang kedua.
"Kalau misal tentara ngamuk karena istrinya diselingkuhi itu bukan pelanggaran HAM, itu kriminal. Atau polisi diamuk oleh rakyat itu bukan pelanggaran HAM. Ada rakyat ngamuk ke rakyat itu bukan pelanggaran HAM. Itu yang sifatnya horizontal itu kejahatan namanya kerusuhan," jelas dia.
Meski terdapat dua definisi, Mahfud menegaskan pelanggaran apa pun harus diungkap hingga tuntas sesuai hukum yang berjalan di Indonesia.
Meski demikian, di era Presiden Jokowi sempat terjadi sejumlah peristiwa demonstrasi yang berujung hilangnya nyawa demonstran. Pada demo penolakan RUU KUHP atau yang dikenal aksi #Reformasidikorupsi, pada 24 dan 26 September 2019 lalu, memakan lima korban jiwa di Jakarta dan Kendari, serta sejumlah orang luka. Mereka diduga tewas akibat peluru dan aksi kekerasan yang dilakukan oknum aparat kepolisian. Berikut ulasannya:
Ada Korban Tewas di Aksi Demo #Reformasidikorupsi
Demonstrasi penolakan RUU KUHP dan UU KPK memakan korban luka dan jiwa. Total ada lima korban meninggal pasca demo berujung ricuh dengan polisi itu. Mereka adalah Maulana Suryadi (23), Akbar Alamsyah (19) dan Bagus Putra Mahendra (15) di Jakarta dan dua mahasiswa Universitas Haluoleo yakni Immawan Randi (21) serta Muhammad Yusuf Kardawi (19). Diduga para korban meninggal dunia akibat aksi kekerasan dan ada yang ditembak.
Korban Maulana Suryadi (Yadi) bersama rekannya sempat ditangkap pihak kepolisian karena melihat aksi unjuk rasa di Depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Menurut A, rekan Yadi, menceritakan saat menonton aksi demonstrasi, tiba-tiba mereka dihampiri oleh orang berpakaian serba hitam dan mengendarai motor trail. Mereka diduga polisi. A dan Yadi dimasukan ke dalam mobil Polisi.
Kemudian mereka disuruh tiarap dan ditumpuk. "Waktu dimasukkan ke mobil itu dipukul pakai tangan kosong sekali di perut. Waktu dibawa ke dalam mobil disuruh tiarap, ditumpuk di dalam itu. Almarhum itu di bawah saya, dia sudah tidak bergerak, pingsan dan saya juga lama-lama pingsan," katanya.
Tak hanya itu saja, Akbar Alamsyah tewas diduga terjatuh dari pagar dekat gedung DPR Senayan. Namun penyebab pasti kematiannya tak bisa dipercaya.
Tewas Diterjang Peluru
Dua korban tewas lainnya, mahasiswa Universitas Haluoleo yakni Immawan Randi (21) serta Muhammad Yusuf Kardawi (19) di Kendari. Keduanya diduga tewas karena diterjang peluru polisi. Randy tertembak dari jarak sekitar 10 meter. Terdapat luka tembak di dada sebelah kanannya.
Kemudian menurut hasil laporan investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menunjukkan, Yusuf Kardawi yang tewas saat demonstrasi diduga terkena tembakan baru dipukuli.
"Kalau kita lihat polisi banyak fokus pada peristiwa (penembakan) La Randi, tetapi kami menduga Yusuf juga. Namun, kami belum tahu apakah itu tembakan langsung atau serpihan proyektil," ujar Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia KontraS Arif Nur Fikri di Jakarta, Senin (14/10).
Usai aksi demo di Kendari, enam anggota polisi berinisial DK, GM, MI, MA, H dan E langsung diadili atas dugaan menyalahi standar operasional prosedur (SOP) pengamanan aksi unjuk rasa di gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis (26/9).
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan, keenamnya dinyatakan bersalah. Mereka akan disanksi berbeda-beda, tergantung tingkat kesalahan.
Kombes Asep menjelaskan lima anggota polisi GM, MI, MA, H dan E dinilai melanggar aturan disiplin. "Dinyatakan bersalah. Oleh karena itu, diberikan hukuman disiplin," ujarnya.
Sedangkan Kasat Reskrim Polres Kendari Diki Kurniawan (DK), dinyatakan bersalah karena membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa di gedung DPRD. DK juga mengaku melepaskan tembakan di sekitar kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra.
Sidang juga dilakukan berbeda hari. GM, MI, MA, H dan E menjalani sidang disiplin pada kamis (17/10). Kemudian mereka dimutasi pada bagian pelayanan markas (Yanma) Mapolda Sultra.
Sedangkan DK menjalani sidang yang dipimpin Kepala Bagian Pembinaan Operasi (Bin Ops) Biro Operasi AKBP Syaiful berlangsung di ruang sidang Propam Mapolda Sultra, Jumat (18/10). Kini DK dimutasi di bagian operasi Mapolda Sultra.
"Para terperiksa masing-masing diadili atasan berhak menghukum (Ankum) mereka. Kepala pelayanan markas menangani lima terperiksa. Sedangkan DK dia bagian operasional sehingga disidangkan Kabag operasional," kata Kabid Propam Polda Sultra, AKBP Agoeng Adi Koerniawan.
Peserta Demo Dipukuli
Selama aksi demo #Reformasidikorupsi 24 sampai 26 September 2019, banyak korban berjatuhan akibat dipukuli. Seperti pada kasus Maulana Suryadi (Yadi). Menurut cerita A, teman korban, Yadi dan A sedang menonton aksi demo. Namun tiba-tiba didatangi orang diduga polisi. Akhirnya keduanya ditangkap dan dibawa dengan mobil polisi.
"Waktu dimasukan ke mobil itu dipukul pakai tangan kosong sekali di perut. Waktu dibawa ke dalam mobil disuruh tiarap, ditumpuk di dalam itu. Almarhum itu di bawah saya, dia sudah tidak bergerak, pingsan dan saya juga lama-lama pingsan," katanya.
Kemudian korban Akbar Alamsyah. Akbar sempat hilang, sampai akhirnya ditemukan berada di RS Pelni. Saat itu, Akbar dalam keadaan kritis. Kemudian Akbar dipindah ke RS Polri. Wajah Akbar saat itu sudah lebam. Kepalanya juga sudah diperban. Akbar dioperasi karena tulang kepalanya patah.
Akbar diduga jatuh dari pagar. Namun orangtua Akbar tak percaya. Rosminah, ibunda Akbar, menceritakan anaknya mendapat luka karena kekerasan. Apalagi, menurut dokter, luka di kepala Akbar karena terkena benda tumpul. Tak hanya itu saja, wajah Akbar juga lebam seperti orang yang dipukuli.
YLBHI Sebut 51 Orang Tewas Akibat Unjuk Rasa Selama 2019
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menjelaskan ada 51 orang tewas akibat unjuk rasa selama Januari hingga 22 Oktober 2019. Dari ke-51 orang itu, 44 korban di antaranya tewas tanpa penyebab yang jelas. Ini dikarenakan kepolisian atau pemerintah yang tidak menyampaikan keterangan resmi.
"Hanya tujuh orang yang jelas infonya meninggal kenapa, sedangkan 44 korban lainnya tidak ada info resmi," kata Ketua bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, Minggu (27/10).
Korban terkait unjuk rasa ini tersebar di beberapa wilayah. YLBHI mencatat ada 33 orang meninggal di Wamena, Papua. Kemudian di Jayapura, 4 orang meninggal dunia.
Setelah itu, korban tewas terkait unjuk rasa ada di Kendari. Dua mahasiswa Universitas Haluoleo Kendari yang tewas, yakni Immawan Randi (21) serta Muhammad Yusuf Kardawi (19).
"Di Jakarta ada tiga orang, keterangan polisi berubah-ubah, kematiannya karena apa tidak jelas," kata Isnur.
(mdk/dan)