Mantan Ketua Komnas HAM: Narkoba bukan kejahatan paling serius
Mantan Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim tidak sepakat bila hukuman mati diberlakukan di Indonesia.
Terpidana mati untuk kasus narkoba menduduki rangking pertama di Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan Menkum HAM Yasonna Laoly menyebut kasus narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) dan serius (the most serious crime).
Mantan Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim tidak sepakat bila hukuman mati diberlakukan di Indonesia. Sebab, kata dia, untuk kasus narkoba bukanlah merupakan tergolong kejahatan yang serius atau the most serious crime.
"Narkoba tidak termasuk kategori the most crime. Kalau dia bukan itu lalu apa kejahatan itu? disebut specific crime, narkoba kejahatan tanpa korban. Pelaku tidak menyiksa orang, tidak melakukan kekerasan orang tetapi karena kesukaan atas hal itu. Oleh karena itu penanganannya butuh terapi dan macam-macam," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (12/4).
Penyebutan kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) adalah tidak tepat dan terkesan tanpa dasar. Dalam hukum hak asasi manusia internasional, terminologi yang biasa dikenal adalah the most serious crime (kejahatan paling serius).
Menurut Ifdal, eksekusi hukuman mati tidak menjadi solusi yang tepat bagi terpidana mati atas kasus narkoba. Butuh terapi-terapi khusus dan berbagai pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk menangani kasus tersebut.
"Kontrol perdagangan dibongkar, bandara harus diperketat. Itu harus dilakukan dalam upaya pemberantasan narkoba itu," tegasnya.
Dia mencontohkan, banyak peredaran atau kasus narkoba justru bermuara dari jeruji besi dalam hal ini LP. Justru yang kebanyakan ditangkap atas kasus narkoba lantaran mereka sebagai pecandu atau kecanduan.
"BNN pernah menyebutkan 70 persen dari Lapas, kenapa di tempat yang seharusnya tidak bebas justru terjadi perdagangan narkoba di situ. Artinya kesalahan bukan pada pengedarnya, tetapi aparat LP yang ada di sana," jelas Ifdal.
"Tanggung jawab justru ada di tangan negara untuk kemudian mengontrol orang-orang yang tidak bebas itu," tandasnya.