Masih ada perpeloncoan, Kemendikbud diminta buat aturan kegiatan MOS
Masih banyak ditemukan kegiatan MOS yang merendahkan dan mempermainkan peserta didik baru.
Berakhirnya masa orientasi peserta didik baru atau sering juga disebut masa orientasi sekolah (MOS), menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebab, walau sudah ada peraturan dan surat edaran yang melarang segala bentuk perpeloncoan dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya mempermainkan dan merendahkan peserta didik baru, namun masih saja ditemukan banyak pelanggaran yang dilakukan sekolah.
Untuk itu, Kemdikbud diminta mendesain kegiatan baku MOS untuk diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia.
Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris menyarankan, untuk tahun depan semua sekolah di Indonesia sudah punya acuan resmi panduan kegiatan MOS. Mulai dari pilihan bentuk kegiatan, tema-tema materi yang harus disampaikan serta SOP apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan senior.
"Memang kesannya terlalu mendikte sekolah, tetapi sepertinya memang harus dibuat panduan hingga ke yang sifatnya teknis. Beberapa sekolah memang punya kreativitas membuat kegiatan MOS yang mendidik, tapi sangat banyak sekolah yang kegiatan MOS-nya tak jelas, dan kepala sekolah serta para guru hanya diam saja," ujar Fahira melalui keterangan pers di Jakarta (31/7).
Fahira mengungkapkan, dari pantuan langsung di lapangan dan laporan orang tua siswa, masih banyak ditemukan kegiatan MOS yang merendahkan dan mempermainkan peserta didik baru. Walau kekerasan fisik relatif tidak ada, tetapi masih ada kekerasan psikologis yang dialami siswa baru. Banyak orang tua yang mengeluhkan kegiatan MOS malah memberatkan mereka. Belum lagi harus ikut pusing mempersiapkan segala macam atribut, logistik (makanan/minuman), dan peralatan yang diperintahkan senior.
"Apa gunanya siswa disuruh datang pagi-pagi, disuruh bawa yang aneh-aneh, diperintahkan memakai atribut yang tidak pantas, diberi name tag bertulis panggilan yang merendahkan. Di sekolah dari pagi hingga sore menjalani kegiatan yang sama sekali tidak berguna. Tahun depan tidak boleh lagi ada kegiatan MOS seperti ini. MOS itu harus menyenangkan karena itulah esensi pendidikan," tegas Senator Asal Jakarta ini.
Menurut Fahira, MOS di semua tingkatan mulai dari SD, SMP, hingga SMA sebenarnya adalah momentum yang paling tepat untuk membentuk karakter para siswa di seluruh Indonesia. Sangat banyak materi dan kegiatan termasuk games yang bisa diberikan kepada peserta didik baru untuk menambah ilmu dan membentuk karakter siswa baru.
"Harusnya MOS diisi dengan kegiatan dan materi yang muaranya ke pendidikan karakter. Ajarkan nilai-nilai kejujuran, sportif, kompetitif, disiplin, punya inisiatif dan berpikiran positif. Kenapa tidak diisi dengan sosialisasi bahaya narkoba atau miras? Kenapa tidak diisi dengan materi antikorupsi yang jadi penyakit besar bangsa ini?" saran Fahira.