Mendes PDTT enggan debat metode pembayaran honorarium pendamping dana desa
Menurut ketua tim pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dari BPK, Yudi Ayodhya sedianya penggunaan honorarium tersebut menggunakan metode pembayaran at cost.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjoyo mengklaim tidak menyoal metode pembayaran terhadap honorarium pendamping dana desa. Hal ini menjadi polemik pasca ditangkapnya dua pejabat di Kemendes PDTT oleh tim penyidik KPK lantaran menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian.
Menurut ketua tim pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dari BPK, Yudi Ayodhya sedianya penggunaan honorarium tersebut menggunakan metode pembayaran at cost.
Namun dalam realisasinya, Kemendes menggunakan metode pembayaran lumpsum.
"Pernah anda head to head dengan BPK menyamakan persepsi ini antara lumpsum dengan at cost?" Tanya jaksa Ali Fikri, Rabu (20/9).
"BPK secara formal mengatakan lumpsum itu salah," ujar Eko.
Pada persidangan sebelumnya, Yudi menuturkan laporan keuangan Kemendes terkait honorarium pendamping dana desa tidak wajar. Sejumlah laporan pertanggungjawaban kegiatan tidak dilampirkan. Hal itu menjadi temuan tim PDTT BPK-RI di tahun 2015 dan 2016.
Di tahun 2015 tim menemukan sekitar Rp 425 Miliar penggunaan tidak wajar, sedangkan di tahun 2016 semester I tim menemukan ketidakwajaran penggunaannya sekitar Rp 550 Miliar.
"Faktanya kami anggap itu tetap lumpsum namun tetap harus dipertanggungjawabkan meski sedikit," ujar Yudi, menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum KPK mengenai adanya perbedaan pendapat antara tim PDTT dengan Kemendes saat itu, di Pengadilan Negeri Tipikor.
"Apa ada rekomendasi tindak lanjut dari BPK?" Tanya jaksa penuntut umum KPK.
"Ada," jawab Yudi.
"Kemendes memenuhi rekomendasi?" Tanya jaksa lagi.
"Tidak tahu," tukasnya.
Seperti diketahui, Irjen Kemendes Sugito dan pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo didakwa menyuap auditor BPK Rochmadi dan Ali Sadli, terkait opini wajar tanpa pengecualian laporan keuangan kementerian desa tahun 2016 sebesar Rp 240 juta.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bagaimana telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak udah na korupsi Juncto pasal 64 KUHAP Jumbo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.