BI Sebut Pedagang Harus Terima Tunai dan Non Tunai, Praktisi: Kuncinya Fitur
Indra mengatakan, kunci dari lancarnya transaksi kedua model pembayaran itu salah satunya terletak pada fitur.
Direktur Utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC) Indra merespon positif Bank Indonesia yang menyatakan, agar pedagang menerima pembayaran tunai dan non tunai dalam transaksi perdagangannya.
Indra mengatakan, kunci dari lancarnya transaksi kedua model pembayaran itu salah satunya terletak pada fitur yang disiapkan oleh aplikasi digital pembayaran.
“Ada aplikasi yang hanya menyiapkan fitur cashless, akibatnya orang tidak bisa bayar tunai. Tapi sebaliknya ada yang menyediakan juga, seperti aplikasi Posku Lite dengan fitur Kasirku, pengguna dapat menerima pembayaran secara fleksibel melalui cash, QRIS, dan bank transfer,” ujar Indra.
Indra mengatakan, dengan fitur itu, maka proses pembayaran memberikan kemudahan dan pilihan cukup banyak bagi para pembeli. Pelanggan yang ingin membayar tunai maupun yang lebih suka transaksi digital dapat dilayani dengan mudah.
Dengan fitur yang mempermudah semua hal, maka hal positif yang diperoleh adalah meminimalisir gagalnya transaksi jual beli.
“Dalam Posku Lite sudah tercantum kembalian jika menggunakan uang tunai sehingga menperkecil kesalahan dalam pengembalian uang,” tambahnya.
Indra menegaskan, mendukung penuh kampanye Bank Indonesia terkait pengunaan QRIS. Ia menyakini banyaknya manfaat bagi pedagang maupun pembeli dalam mengunakan model standar kode QR yang berlaku secara nasional untuk sistem pembayaran di Indonesia.
“Banyak sekali keuntungannya, mulai dari transaksi cepat, mudah, tidak perlu uang tunai, aman, tidak perlu ada pencatatan manual dan terhindar uang palsu. Tapi kampanye ini harus terus menerus bukan hanya BI, tapi merchant agregator dan lainnya karena ini semua butuh proses,” ujarnya.
Perkuat Perlidungan Konsumen
Pakar hukum dan konsultan keuangan Hendra Agus Simanjuntak mengatakan, mengatakan, dari sisi hukum, digitalisasi pembayaran memperkuat perlindungan terhadap pembeli dan pedagang khusunya terkait peredaran uang palsu.
“Baik pembeli dan pedagang sangat rentan menjadi korban dari uang palsu,” ujarnya.
Keunggulan lain dari perusahaan penyedia sistem pembayaran biasanya sudah mempersenjatai diri dengan ISO 27001:2022 tentang Sistem Managemen Keamanan Informasi dan IS0 37001:2016 tentang sistem Managemen Anti Penyuapan.
"Jadi, perusahaan sejak awal sudah membentengi diri dan meningkatkan kualitas managemennya untuk mencegah terjadi penyalagunaan transaksi digital, misalnya melalui QRIS," ujarnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia menegaskan bahwa semua pedagang wajib menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai. Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, menyusul fenomena sejumlah pedagang yang hanya menerima pembayaran non-tunai.
Doni menjelaskan, kewajiban ini diatur Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang dilarang menolak pembayaran untuk menerima pembayaran dengan rupiah.
“Pada prinsipnya, uang tunai dan non-tunai itu kan cara bayar tapi tetap dalam bentuk rupiah,” kata Doni dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta Pusat, Rabu 16 Oktober 2024.
Doni menegaskan, meskipun BI mendorong digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia, melalui pengembangan berbagai layanan digital seperti QRIS, namun penting juga penerimaan uang tunai. Ia juga menyampaikan bahwa BI masih terus mencetak uang kertas berkualitas.
Hingga saat ini, skema pembayaran non-tunai, khususnya QRIS, memang mengalami pertumbuhan pesat. BI melaporkan pada triwulan III 2024, transaksi menggunakan QRIS mengalami pertumbuhan hingga RP 209,6 persen secara year on year (yoy).
Sementara itu, jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant 34,23 juta.