Mengenang Poros Jakarta-Peking-Pyongyang yang buat gemetar AS & Barat
Indonesia bukan merpati di sangkar emas. Dia garuda di atas cadas yang menolak dominasi AS dan sekutunya.
Sikap Indonesia di Konferensi Asia Afrika menuai pujian. Ketegasan sikap untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan menentang kolonialisme ekonomi mendapat simpati para negara peserta KAA.
Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengaku bisa melihat ketakutan sejumlah negara barat dengan langkah Indonesia yang makin mendekatkan diri pada Tiongkok.
"Apakah ini upaya untuk meraih dukungan Tiongkok yang kembali akan dijadikan sahabat utama? Time will tell. Namun yang jelas, Jepang sebagai aliansi Amerika dan saudara tua kita, saat ini sangat mengkhawatirkan politik luar negeri kita yang saat ini lebih condong ke Tiongkok," kata Tantowi di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (23/4).
Dirinya bahkan memuji keberanian pemerintah dalam menentukan langkah politik internasionalnya itu, sebagai sebuah resiko demi membangun Indonesia yang lebih baik, dan adil dalam pemerataan kesejahteraan.
"Ada kekhawatiran poros Jakarta-Beijing-Pyongyang akan hidup lagi," ujar Tantowi.
Dulu di era Soekarno, poros Jakarta-Peking-Pyongyang ini sangat kuat. Indonesia menerima banyak bantuan dan tawaran persahabatan dari China, Korea Utara dan Rusia.
Bukan tanpa alasan Soekarno lebih memilih negara-negara tersebut. Soekarno tak mau menerima bantuan dari Amerika Serikat yang penuh syarat dan kepentingan politis. Ketika melawat ke AS dan memiliki kesempatan berpidato di depan kongres AS, Soekarno dengan tegas menolak bantuan dari negara adidaya itu.
"Indonesia menolak diperlakukan seperti seekor kenari dalam sangkar emas dan diberi makanan yang enak-enak. Indonesia ingin diperlakukan seperti burung garuda yang berada di atas batu cadas tetapi bebas berjuang mencari makanannya sendiri. Jangan membanjiri Dolar anda ke Indonesia dengan disertai ikatan karena pasti akan ditolak," tegas Soekarno dengan marah sekitar tahun 1955.
Para anggota Kongres AS terpesona dengan pidato tersebut. Secara spontan mereka berdiri dan memberi tepuk tangan panjang sebagai penghormatan atas sikap Soekarno.
Hubungan Soekarno dan AS sempat sangat baik saat John F Kennedy menjadi presiden AS. Berkat persahabatan keduanya Indonesia bisa memperoleh pesawat angkut C-130 Hercules. Secara tulus, Kennedy juga memberikan helikopter kepresidenan untuk Soekarno.
Namun setelah Kennedy ditembak, hubungan Indonesia dan AS menjauh. AS terlalu congkak untuk menganggap Indonesia sebagai mitra sejajar.
Maka Soekarno berpaling ke Blok Timur yang menyambutnya dengan tangan terbuka. Soekarno menggambarkan dengan dramatis bagaimana pemimpin Uni Soviet Nikita Kruschev menyambutnya.
Di suatu hari yang sangat dingin di Rusia, Kruschev menjemput Soekarno. Tanpa banyak bicara dia mengajak Soekarno dan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk Indonesia. Dari Soviet pula Indonesia mendapat aneka persenjataan canggih untuk operasi militer merebut Irian Barat.
Mulai dari pesawat tempur, pesawat pembom, kapal selam, kapal patroli hingga rudal anti serangan udara. Indonesia sempat menjadi negara paling kuat di Asia tahun 1960an.
Soekarno pun bersahabat dengan Ketua Mao. Sambutan untuk Soekarno di Peking saat itu sangat meriah, seolah menyambut tamu agung.
Dengan Kim il Sung, Soekarno pun bersahabat sangat baik. Kim tak pernah lupa pemberian Anggrek Soekarno yang selalu dianggapnya hadiah paling istimewa.
Poros Jakarta-Peking-Moscow-Pyongyang pun terbentuk. Blok Barat, AS dan sekutunya panas dingin melihat Indonesia makin ke-kiri-kirian. Di satu sisi, mereka pun takut berhadapan dengan Indonesia karena angkatan perangnya yang kuat. Apalagi China dan Uni Soviet berada di belakang Indonesia.
Poros ini hancur saat Soeharto berkuasa. Pemerintah Orde Baru memutus semua hubungan dengan negara Blok Timur dan mulai mesra dengan AS dan Eropa Barat.
Semua perlengkapan perang yang dibeli dari Rusia satu-satu rusak karena kekurangan suku cadang. Kekuatan udara Indonesia nyaris tak tersisa di akhir tahun 1960an.
Namun Barat pun bukan sekutu yang baik. Indonesia pernah merasakan pahitnya embargo persenjataan hingga pesawat-pesawat Hawk dan F-16 nyaris tak bisa terbang.
Kini akankah peta politik dunia kembali berubah dan Poros Jakarta-Peking-Moscow-Pyongyang membuat takut negara lain sebagai sebuah kekuatan politik dan ekonomi?
Baca juga:
Kapolda Jabar pastikan tidak ada unjuk rasa KAA di Bandung
Jelang acara puncak, para kepala negara KAA tiba di Bandung
Banyak dipuji, akankah pidato Jokowi di KAA terealisasi?
Menginap di Bandung, Xi Jinping minta kaca lift hotel ditutup gorden
Mau demo tolak KAA, 3 pria diciduk polisi dekat Masjid Raya Bandung
-
Kapan Konferensi Asia Afrika di Bandung digelar? Konferensi Asia-Afrika yang berlangsung pada 18 sampai 24 April 1955 menghasilkan 10 kesepakatan yang tertuang dalam Dasasila Bandung.
-
Kenapa Soekarno menolak mengundang Israel ke Konferensi Asia Afrika? Sementara itu, selama Konferensi Asia Afrika di Bandung, Ir. Soekarno, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, menolak mengundang Israel dalam konferensi tersebut sebagai bentuk komitmen Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina.
-
Mengapa Roeslan Abdulgani sangat diandalkan oleh Soekarno dalam Konferensi Asia Afrika? Saking berpengaruhnya, sosok ini sangat diandalkan oleh Soekarno, sebagai pimpinan tertinggi acara KAA 1955.
-
Siapa yang memegang peranan penting dalam kelancaran Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955? Mengutip laman resmi Pemkot Bandung, sosok yang memegang peranan pening dalam lancarnya KAA adalah Roeslan Abdulgani.
-
Di mana Konferensi Asia Afrika tahun 1955 berlangsung? Kongres ini menjadi sorotan dunia karena ramahnya Bandung dan Indonesia dalam menerima delegasi dari sejumlah negara.
-
Kenapa Prabowo bertemu dengan Konferensi Waligereja Indonesia? "Intinya semuanya adalah kesatuan dan di situ di bawah judul kesatuan itu ada sekian banyak hal, yaitu pemilu yang jujur, dikatakan oleh Bapak Prabowo sendiri, damai, adil, dan sebagainya,” kata Uskup Agung Jakarta Kardinal Suharyo dikutip Antara.