Mengulas Pilihan Menhan Prabowo Beli Pesawat Tempur Dassault Rafale Asal Prancis
Mengutip data SIPRI (Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm), catat Fahmi, ada lima negara terbesar yakni Amerika Serikat, Tiongkok, India, Rusia dan Inggris terus menaikkan belanja pertahanannya mencapai 62 persen anggaran belanja militer global.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto baru saja menandatangani kerja sama dengan Prancis untuk pembelian total 42 pesawat tempur Dassault Rafale generasi 4,5. Pembelian itu akan dilakukan secara bertahap, dengan langkah awal 6 pesawat yang didatangkan memperkuat alutsista TNI AU.
Merespons kebijakan itu, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai jika pilihan Prabowo membeli pesawat pabrikan Prancis itu, adalah jawaban atas desakan evaluasi dan modernisasi alutsista milik TNI yang sebelumnya disuarakan berbagai pihak.
-
Di mana Menhan Prabowo Subianto terbang dengan pesawat F-16? Prabowo mengitari daerah selatan Indonesia dengan rute Halim-Pelabuhan Ratu-Halim.
-
Apa yang ditolak mentah-mentah oleh Prabowo Subianto? Kesimpulan Prabowo lawan perintah Jokowi dan menolak mentah-mentah Kaesang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta adalah tidak benar.
-
Kapan Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Pertahanan? Menteri Kementerian Pertahanan (2019-sekarang)
-
Apa yang diusung Prabowo Subianto dalam acara tersebut? Ketua Umum Pilar 08, Kanisius Karyadi, mengatakan bahwa kegiatan yang diikuti oleh 70 ribu lebih peserta ini merupakan bentuk dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam menjaga dan merawat Persatuan Indonesia, sejalan dengan Sila ke-3 Pancasila.
-
Kapan Prabowo Subianto menghadiri Upacara HUT Polri? Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto hadir dalam upacara HUT Polri ke-78, Senin kemarin.
-
Siapa yang bertemu dengan Prabowo Subianto? Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menemui Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
"Meski, kita tahu bahwa hal itu tidak mudah dilakukan di tengah keterbatasan anggaran dan kondisi pandemi yang tak kunjung reda. Dibutuhkan ruang fiskal yang memadai untuk menjawab harapan masyarakat agar TNI dapat segera menggunakan alutsista muda, berteknologi terkini dan mumpuni," kata Fahmi kepada merdeka.com, Jumat (11/2).
Ikuti berita Prabowo Subianto di Liputan6.com
Walau, lanjut Fahmi, kebijakan itu sangat dilematis karena harus menggelontorkan anggaran yang tak sedikit. Namun kebutuhan pertahanan dan ancaman kedaulatan negara harus tetap menjadi prioritas, di samping pembangunan kesejahteraan.
"Perang, bagaimanapun harus selalu diposisikan mungkin hadir dan terjadi. Karena itu, pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan merupakan salah satu cara untuk memperkecil ancaman terjadinya perang," terangnya.
Terlebih, Fahmi menyampaikan, Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan dan ancaman yang tidak kecil baik dari dalam maupun dari luar negeri terhadap kedaulatannya. Termasuk pola biaya anggaran belanja negara lain yang terus meningkat.
Mengutip data SIPRI (Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm), catat Fahmi, ada lima negara terbesar yakni Amerika Serikat, Tiongkok, India, Rusia dan Inggris terus menaikkan belanja pertahanannya mencapai 62 persen anggaran belanja militer global.
"Bila tidak memiliki pertahanan yang kuat, Indonesia tidak memiliki posisi tawar dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis," tuturnya.
Sementara, Fahmi juga mengatakan langkah pembelian untuk enam unit pertama adalah pilihan wajar. Mengingat kondisi keuangan negara, saat ini walaupun kebutuhan alutsista tetap diperlukan.
"Jika tidak maka bukan hanya enam yang akan dibeli saat ini, tapi bisa lebih dari itu mengingat kondisi alutsista udara kita yang penuh keterbatasan," ujarnya.
Tepatkah Pilih Pesawat Prancis
Di sisi lain, Fahmi mengulas jika pembelian pesawat Rafale adalah pilihan yang tepat dengan keterbatasan anggaran bisa mendapatkan alutsista dengan spesifikasi tinggi untuk berbagai misi (multi-mission), ketimbang produk lainnya.
Karena, dengan memboyong pesawat tempur pabrikan Prancis tersebut bisa membuka ruang daftar negara baru yang bekerjasama sama dengan Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan alutsista.
"Kita sudah punya kerjasama dengan Amerika, Rusia, Inggris bahkan Korea untuk alutsista udara. Melengkapinya dengan kehadiran teknologi Prancis tentu akan memperkaya pengalaman dan kemampuan kita," tuturnya
"Apalagi kerjasama ini juga dibarengi dengan banyak rencana kerjasama lain yang terkait dengan transfer teknologi, kolaborasi riset maupun pengembangan alutsista dan pembangunan fasilitas MRO. Kalau ini terwujud tentu akan meningkatkan efisiensi dan menjadi nilai tambah yang signifikan," tambahnya.
Pada kesempatan terpisah, Pengamat militer dari Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis menjabarkan bahwa pembelian 42 pesawat tempur Rafale telah menjadi kekuatan daya gentar (deterrent) bagi Indonesia.
"Dengan situasi geopolitik saat ini langkah ini tepat karena secara teknologi dan juga strategis, Perancis merupakan mitra yg tepat dalam upaya pengadaan alutsista kita," terang Beni.
Terlebih, Beni memandang jika Perancis kini telah dikenal sebagai negara yang memiliki kemandirian dalam hal produksi alutsista. Hal ini tentu akan membawa dampak positif bagi perkembangan alutsista Indonesia, hingga kepentingan global.
"Dan mereka mau bekerja sama dlm skema offset (timbal balik dagang dlm pembuatan spare part pesawat atau kerjasama lainnya). Dan yg lebih penting lagi Perancis walaupun negara NATO, tapi polugri lebih netral dalam isu-isu sensitif seperti. Menolak invasi AS di Irak dan lainnya," terangnya.
Prabowo Teken Pembelian Pesawat Rafale
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah meneken pembelian 42 pesawat tempur buatan Prancis, Dassault Rafale generasi 4,5. Usai menerima kunjungan kehormatan Menteri Angkatan Bersenjata Republik Prancis Florence Parly di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (10/2).
"Kita mulai hari ini dengan tanda tangan kontrak pertama untuk 6 pesawat," kata Prabowo.
Mantan Danjen Kopassus ini mengungkapkan akan disusul dalam waktu dekat dengan kontrak untuk 36 pesawat lagi dengan dukungan latihan persenjataan dan simulator-simulator yang dibutuhkan.
"Dassault bekerja sama dengan PT DI untuk 'maintenance', 'repair', dan 'overhaul' pesawat-pesawat Prancis di Indonesia. Seperti Rafale, Helikopter Caracal, dan lainnya," ujar Prabowo.
Informasi yang dihimpun, harga satu unit pesawat tempur Dassault Rafale diperkirakan mencapai USD 115 juta atau Rp 1,64 triliun dengan kurs USD 1 = Rp 14.333.
Sementara untuk ongkos terbang per unit dalam hitungan per jam senilai USD 16.500 atau sekitar Rp 236,5 juta dengan kurs yang sama.
Jika Kemhan akan mendatangkan 42 unit pesawat tempur Dassault Rafale, maka perkiraan dana yang harus dikeluarkan Indonesia senilai Rp 68,8 triliun.
(mdk/ded)