MK buka monopoli pengelolaan zakat
Lembaga perkumpulan tradisional atau perseorangan kini juga bisa mengelola zakat.
Kini pengelolaan zakat tidak harus dikelola Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga perkumpulan tradisional atau perseorangan tokoh umat Islam atau pengurus takmir masjid dan musala kini juga bisa mengelola zakat.
Namun ada pengecualian, hal itu berlaku asalkan wilayah itu belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ. Syarat lainnya, pengelola zakat cukup memberitahukan pejabat yang berwenang.
Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji materi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UU Pengelolaan Zakat). Mahkamah mengabulkan sebagian dari permohonan pemohon.
Bagian permohonan pemohon yang diterima Mahkamah adalah Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Mahkamah menilai pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.
“Sepanjang tidak dimaknai untuk perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musala di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, cukup dengan memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang,” kata hakim konstitusi Fadlil Sumadi membacakan pertimbangan, di ruang Sidang Gedung MK, Kamis (31/10).
Dalam pertimbangan itu, MK menilai dilarangnya amil zakat yang tidak memiliki izin pejabat berwenang untuk memberikan pelayanan terkait zakat, telah menghalangi hak warga untuk beribadah. Namun, faktanya banyak daerah yang belum tersedia lembaga Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
“Ini yang menurut Mahkamah bertentangan dengan UUD 1945 terutama Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945,” ujar Fadlil.
Dengan pertimbangan itu, maka Mahkamah memutuskan menerima sebagian dari permohonan pemohon. "Amar putusan menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Hakim Ketua Hamdan Zoelva membacakan putusan
Pemohon dalam uji materi undang-undang itu tergabung dalam Koalisi Masyarakat Zakat (KOMAZ) yang terdiri dari Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Yayasan Yatim Mandiri, Yayasan Portal Infaq, Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang, LPP Ziswaf Harum, Yayasan harapan Dhuafa banten, LMI, dan beberapa orang pengelola zakat (Muzakki).
Dalam permohonan Pemohon, UU Pengelolaan Zakat dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pertama, adanya sentralisasi pengelolaan zakat di tangan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan pasal yang dimohonkan adalah pasal 6 dan 7 UU 23/2011.
Kedua, terjadinya pelemahan terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan pasal yang dimohonkan Pasal 16, 17, dan 18 UU 23/2011. Ketiga, adanya persyaratan LAZ sebagai ormas dan pasal yang dimohonkan adalah Pasal 17 UU 23/2011.
Keempat, adanya potensi kriminalisasi terhadap amil-amil tradisional dan pasal yang dimohonkan adalah Pasal 38 dan 41 UU 23/2011.