Nama Prabowo Subianto Disebut Dalam Sidang Dugaan Korupsi Benih Losbter Edhy
Hal itu terungkap ketika jaksa mencecar Ardi terkait obrolannya dengan Suharjito soal siapa pihak yang sehingga membuat PT ACK berhasil mendapatkan seluruh pengiriman ekspor benih lobster.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara dugaan korupsi izin ekspor benih benur lobster (BBL) atas terdakwa Menteri Keluatan dan Perikanan, Edhy Prabowo dan kawan-kawan.
Dihadirkan sebagai saksi, Direktur Ekspor Impor PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Ardi Wijaya mengungkap berdasarkan informasi dari Suharjito selaku bosnya, disebut alasan PT Aero Cipta Kargo (PT ACK) jadi satu-satunya pihak pengirim izin benih losbter ada pengaruh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
-
Apa yang diusung Prabowo Subianto dalam acara tersebut? Ketua Umum Pilar 08, Kanisius Karyadi, mengatakan bahwa kegiatan yang diikuti oleh 70 ribu lebih peserta ini merupakan bentuk dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam menjaga dan merawat Persatuan Indonesia, sejalan dengan Sila ke-3 Pancasila.
-
Siapa yang bertemu dengan Prabowo Subianto? Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menemui Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Kapan Prabowo tiba di Sumatera Barat? Calon Presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman pada Sabtu (9/12) pagi.
-
Siapa yang menjadi keponakan Prabowo Subianto? Selain itu, ternyata Tommy masih memiliki hubungan keluarga dengan Prabowo, sebagai keponakan.
-
Kapan Prabowo Subianto menghadiri Upacara HUT Polri? Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto hadir dalam upacara HUT Polri ke-78, Senin kemarin.
-
Kenapa Prabowo Subianto dan Jenderal Dudung menggandeng tangan Jenderal Tri Sutrisno? Momen ini terjadi ketika ketiga jenderal tersebut sedang berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan atau tempat digelarnya gala dinner seusai mengikuti rangkaian parade senja atau penurunan upacara bendera merah putih.
Hal itu terungkap ketika jaksa mencecar Ardi terkait obrolannya dengan Suharjito soal siapa pihak yang sehingga membuat PT ACK berhasil mendapatkan seluruh pengiriman ekspor benih lobster.
"Memang tidak secara spesifik pengendali PT ACK, memang ada diskusi dengan Suharjito. Dan diskusi itu di bulan Oktober," kata Ardi saat sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (28/4).
Setelah menanyakan hubungan dan pengetahuan saksi terkait PT ACK, jaksa kemudian mengkonfirmasi terkait keterangan pada berita acara pemeriksaan (BAP) no 27 yang tercatut Nama Prabowo Subianto ikut mendapatkan proporsi khusus pada keuntungan PT ACK.
"Suharjito kemudian oleh PT ACK itu tidak bisa dipecah oleh orang lain atau pergunakan orang lain. Karena punya Prabowo khusus. Karena menurut Suharjito untungnya 30 miliar per bulan," kata Ardi.
"Kalau ekspor 1 sampai 5 juta perbulan. Pasalnya menurut Suharjito adalah 1.500 x 5 juta ekor dan saya tanggapan biasanya uang itu cash dari pihak KKP. Ini saya dapat dari omongan, kalau sedang mengobrol," tambah Ardi.
Atas keterangan itu, lantas Ardi menangkap apa yang dimaksud Suharjito terkait kepemilikan khusus di PT ACK, adalah milik Prabowo Subianto.
"Ini yang saya tangkap, beliau pasti mengaitkan itu dengan Pak Prabowo," kata Ardi
"Pak Prabowo siapa?" tanya jaksa.
"Pak Prabowo Menteri Pertahanan (Menhan)," jawab Ardi.
Dengan hal itu, Ardi pun memastikan kembali berdasarkan obrolan dan penjelasan dari Suharjito. Kalau yang dimaksud adalah Prabowo Subianto walaupun tidak dikonfirmasi kembali olehnya.
"Iya (Prabowo Subianto) karena di majalah-majalah sebelumnya itu dikait-kaitkan berhubungan dengan kader. Tapi saya tidak menanya balik, Tidak memperjelas," ujar Ardi.
"Karena pak Suharjito yg ngomong?" tanya jaksa.
"Ya," timpal Ardi.
Bantahan Prabowo
Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Menhan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak membantah semua tuduhan yang ditujukan terhadap Prabowo. Dia menegaskan, Prabowo tidak ada kaitan dengan PT. ACK.
"Tidak benar mas, PT ACK itu bukan milik Pak Prabowo dan tidak ada kaitannya dengan Pak Prabowo," ujar Dahnil kepada merdeka.com.
Dahli menuding, nama Prabowo sengaja dicatut dalam kasus ini. "Beliau sering dicatut orang-orang tertentu yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan pribadi mereka, kita sangat sayangkan prilaku-prilaku tersebut," tegasnya.
Sekedar informasi dalam sidang Edhy Prabowo, adapula para terdakwa lainya yaitu Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD), Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Mereka merupakan penerima suap ekspor benih lobster.
Sebelumnya, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 oleh tim JPU pada KPK. Suap berkaitan dengan pengurusan izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," ujar Jaksa Ali Fikri dalam dakwaannya di Pengadilan PN Jakarta Pusat, Kamis (15/4).
Jaksa menyebut, Edhy Prabowo menerima USD 77 ribu dari pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito. Edhy menerima uang tersebut melalui Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadinya, dan Safri yang merupakan Staf Khusus Menteri dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Pemberian uang tersebut dilakukan pada 16 Juni 2020 di di Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16. Uang diberikan Suharjito kepada Safri sambil mengatakan 'ini titipan buat Menteri'. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin.
Sementara penerimaan uang sebesar Rp 24.625.587.250 diterima Edhy dari para eksportir benur lainnya. Namun jaksa tak menyebut siapa saja eksportir tersebut. Jaksa hanya menyebut uang itu diterima Edhy melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi (anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo), Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri dan Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dan Siswandhi Pranotoe Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistic Indonesia (PT PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Jaksa menyebut, pemberian suap dilakukan agar Edhy mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT. DPPP dan para eksportir BBL lainnya yang bertentangan dengan kewajiban Edhy sebagai menteri.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud supaya terdakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT. DPPP dan para eksportir BBL lainnya," kata Jaksa.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang -Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan.
Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga:
Agenda Pemeriksaan Saksi, Edhy Prabowo Hadir Sidang Dugaan Korupsi Benih Lobster
Sembilan Orang Akan Bersaksi di Sidang Perkara Benih Lobster Edhy Prabowo
Hakim Kabulkan Permohonan Justice Collaborator Penyuap Edhy Prabowo
Kasus Benih Lobster, Penyuap Edhy Prabowo Divonis Dua Tahun Penjara
Edhy Prabowo Disebut Tidak Puas Kuota Awal Eksportir Benur Lobster Hanya 139 Juta
KPK Buka Kemungkinan Jerat Korporasi dalam Kasus Edhy Prabowo