Nama wagub Riau juga disebut-sebut dalam persidangan SKK Migas
KPK berjanji masih akan terus mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk seluruh unsur anggota Komisi VII DPR.
Nama Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman sewaktu masih menjadi anggota DPR RI komisi VII dari partai Golkar disebut-sebut ikut menerima uang bersama ketua komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana. Dirinya terkait kasus dugaan gratifikasi pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2013 silam.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji masih akan terus mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk seluruh unsur Komisi VII DPR, dalam kasus gratifikasi pembahasan APBN-P di Kementerian ESDM 2013 tersebut.
"Kasus ini (Sutan Bhatoegana) ini kita dalami. Kerena kita ingin melihat aktor-aktor," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP saat dihubungi merdeka.com, Kamis (19/6).
Saat ditanya apakah KPK akan memeriksa seluruh anggota Komisi VII DPR RI, termasuk Arsyadjuliandi Rahman yang kini jadi wakil gubernur Riau, Johan hanya mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan kasus gratifikasi ini.
"Kasus ini masih terus dikembangkan. Siapa saja yang akan diperiksa nantinya, saya belum tahu. Saya belum mendapat informasi dari penyidik," kata Johan.
Berdasarkan keterangan yang diungkapkan oleh mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi, bahwa uang USD 190 ribu diberikan kepada hampir seluruh unsur Komisi VII DPR.
Menurutnya, mulai dari empat pimpinan sampai 43 anggota Komisi VII DPR hingga pihak sekretariat pun diduga ikut kecipratan uang sogok SKK Migas. Uang sebesar USD 190 ribu pemberiannya dalam dua tahap. Masing-masing USD140 ribu dan USD 50 ribu. Pada tahap pertama, uang USD 140 ribu dibagi untuk empat pimpinan Komisi VII, masing-masing USD 7.500.
Sementara itu, untuk 43 anggota Komisi VII (termasuk untuk Arsyadjuliandi Rachman, yang kini menjabat sebagai wakil gubernur Riau) dan pihak sekretariat, masing-masing mendapat USD 2.500.
Amplop yang berisikan uang dolar Amerika Serikat itu kemudian dimasukkan ke dalam paper bag. Selanjutnya uang diambil oleh Irianto Muhyi, staf Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana.
Diungkapkan lagi, pemberian uang tahap kedua sejumlah USD 50 ribu sebenarnya sudah disiapkan. Hanya saja, karena uangnya kurang alias tidak cukup maka urung untuk diserahkan.
Sampai akhirnya, saat petugas KPK melakukan penggeledahan di ruang kerja Waryono, ditemukanlah berupa catatan berhubungan dengan uang yang telah dibawa Irianto Muhyi.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Indonesian Monitoring Development (IMD) Raja Adnan kepada wartawan, Kamis (19/6), mengatakan jika ada indikasi keterlibatan anggota Komisi VII DPR RI, KPK segera bertindak cepat. IMD meminta agar KPK segera memproses anggota Komisi VII DPR yang diduga ikut terlibat dalam kasus yang telah melilit Sutan jadi tersangka ini.
"Kita patut memberikan apresiasi kepada KPK karena berani mengungkap kasus suap di SKK Migas itu. Tapi, jangan hanya berhenti pada pimpinan Komisi VII DPR saja, seluruh anggota komisinya yang menerima uang suap juga harus ditindak," kata Raja Adnan.
Menurut Raja Adnan, siapa pun orangnya, baik yang masih menjabat anggota Komisi VII DPR RI atau yang sudah tidak menjabat lagi, semuanya harus diusut tuntas keterlibatannya.
"Anggota Komisi VII DPR RI saat menerima suap itu kan ada yang sudah berhenti juga, misalnya seperti Arsyadjuliandi Rahman. Dia tidak anggota lagi karena sudah menjadi wakil gubernur Riau. Kalau ada bukti dia terlibat, KPK harus usut juga. Semuanya harus diusut," ketus Raja Adnan.
Raja Adnan pun berharap agar gratifikasi di tubuh Kementerian ESDM tidak terjadi lagi. Sebab, Migas merupakan sektor penerimaan pendapatan negara yang cukup besar.
"Kalau tidak diusut tuntas kita khawatir masalah yang sama akan terus terjadi. Rudini kan juga sudah ngomong. Idealnya, jangan hanya menunggu Sutan Bhatoegana selesai, kemudian baru yang lain diungkap. Tapi, harus serentak semuanya," pungkas Raja Adnan.