Nasib Rio Capella mirip Anas, sedang di puncak langsung terjun bebas
Sebagaimana Rio, Anas juga menjadi tahanan KPK dalam kasus korupsi.
Mantan Sekjen Partai NasDem Rio Capella diumumkan sebagai tersangka suap oleh pelaksana tugas pemimpin KPK, Johan Budi Sapto Pribowo. Rio dijerat bersama dua tersangka lainnya, Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, dalam perkara tindak pidana korupsi suap kepada anggota DPR.
Sebelum tersandung kasus korupsi, perjalana karier Rio terbilang cukup cemerlang. Pria kelahiran Bengkulu ini pernah menjabat sebagai ketua DPW PAN Provinsi Bengkulu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu periode 2004-2009 dan Sekjen Partai NasDem.
Pada 2005, Rio pernah menjadi calon wakil gubernur Bengkulu berpasangan dengan Muslihan sebagai calon gubernurnya. Ketika itu dia dikalahkan oleh pasangan Agusrin M. Najamudin dan Syanlan. Di tingkat nasional, Rio pernah menjadi wakil Sekretaris jenderal DPP KNPI periode 1999-2002. Pada Pemilu 2009, dia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Dapil Bengkulu namun tidak berhasil.
Di DPP PAN Rio duduk sebagai Wasekjen periode 2010-2015. Lalu dia bergabung dengan ormas Nasional Demokrat (Nasdem) menjadi seorang pengurus besar.
Rupanya, perjalanan Rio mengalami kemiripan dengan nasib mantan Ketum Partai Demokat Anas Ubraningrum. Keduanya justru tumbang di puncak karier mereka.
Sebagaimana Rio, Anas juga menjadi tahanan KPK dalam kasus korupsi. Setelah divonis 7 tahun penjara, Mahkamah Agung memperberat vonis Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara ditambah denda Rp 5 miliar subsidair satu tahun empat bulan kurungan. Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar subsider empat tahun kurungan. Tak hanya itu, hak politik Anas juga dicabut.
Adapun pengusutan kasus Hambalang ini berawal dari temuan KPK saat menggeledah kantor Grup Permai, kelompok usaha milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Penggeledahan saat itu dilakukan berkaitan dengan penyidikan kasus suap wisma atlet SEA Games yang menjerat Nazar.
Sejak saat itu, seolah tidak mau sendirian masuk bui, Nazaruddin kerap "bernyanyi" menyebut satu per satu nama rekan separtainya. Anas dan Andi pun tak luput dari tudingan Nazaruddin. Kepada media, Nazar menuding Anas menerima aliran dana dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Menurutnya, ada aliran dana Rp 100 miliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Nazaruddin juga mengatakan kalau mobil Harrier yang sempat dimiliki Anas itu merupakan pemberian dari PT Adhi Karya.
Sementara itu, Anas membantah tudingan-tudingan Nazaruddin tersebut. Dia mengatakan bahwa Kongres Demokrat bersih dari politik uang. Anas bahkan mengatakan rela digantung di Monas jika terbukti menerima uang Hambalang.
Pada Februari 2013, Anas mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. Ia mundur karena ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang oleh KPK. Selain itu ia juga mundur sebagai kader Demokrat. Meski demikian, tidak menyurutkan Anas untuk terus bergelut di dunia politik. Ia mendirikan organisasi masyarakat bernama Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). Ormas tersebut mewadahi loyalis Anas pasca Anas keluar dari Demokrat.