Pasca Quick Count, Konten Provokatif Menjamur di Media Sosial
Dedi merinci, akun-akun tersebut menyebarkan konten-konten berupa narasi, foto, video, suara yang bersifat provokatif. Contohnya mengajak masyarakat berbuat onar, melakukan aksi, mengajak masyarakat untuk melakukan kerusuhan.
Polisi memantau aktivitas masyarakat di media daring. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, pasca hitung cepat media sosial banyak dipenuhi informasi yang bersifat provokatif. Ia bahkan menilai terjadi peningkatan.
Hal itu berdasarkan patroli dari Direktorat Siber Bareskrim Mabes Polri sejak Rabu, 17 April pukul 21.00 hingga Kamis, 18 April pukul 08.00.
-
Mengapa video di Youtube yang menampilkan Erick Thohir dan DPR RI dikatakan Hoaks? Dari awal hingga akhir video tidak ada pembahasan soal Erick Thohir dan DPR sepakat untuk membongkar kasus-kasus dari Presiden jOkowi. Sehingga narasi tersebut adalah hoaks dan tidak dapat dibuktikan.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa yang dilakukan Polresta Pekanbaru untuk mencegah penyebaran hoaks? Polresta Pekanbaru mengambil langkah inovatif dengan melibatkan admin media sosial publik dalam upaya mencegah hoaks dan isu sara selama Pemilu 2024.
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Bagaimana Gatotkaca dari Sukoharjo melawan hoaks? Danar mengatakan, tempat paling tepat untuk menanyakan kebenaran terkait berita yang mereka peroleh adalah tempat di mana mereka menuntut ilmu, seperti melakukan diskusi atau sharing dengan guru terkait berita yang mereka dapatkan.
-
Siapa yang diajak Polresta Pekanbaru untuk bersinergi dalam mencegah hoaks? Polresta Pekanbaru mengambil langkah inovatif dengan melibatkan admin media sosial publik dalam upaya mencegah hoaks dan isu sara selama Pemilu 2024.
"Biasanya hanya 10-15 akun yg sebarkan konten-konten provokatif, sampai jam jam 9 pagi ini ada peningkatan sekitar hampir 40 persen setelah ada hasil Quick Count," ucap Dedi di Mabes Polri, Kamis (18/4).
Dedi merinci, akun-akun tersebut menyebarkan konten-konten berupa narasi, foto, video, suara yang bersifat provokatif. Contohnya mengajak masyarakat berbuat onar, melakukan aksi, mengajak masyarakat untuk melakukan kerusuhan.
"Ya narasinya provokatif mengajak masyarakat melakukan aksi sebagai reaksi dari dari hasil hitung cepat," terang Dedi
Menyikapi itu, Dedi menjelaskan, polisi melakukan dua langkah. Preventif dan penegakan hukum. Preventif berkoordinasi langsung dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kominfo untuk meminta akun tersebut di blokir.
Sementara, sebelum penegakan hukum pihaknya lebih dulu melakukan profiling dan identifikasi terhadap akun-akun tersebut.
"Apabila akun tersebut sudah berhasil diidentifikasi, penegakan hukum adalah langkah terakhir dalam rangka untuk memitigasi terhadap akun-akun yang terus menyebarkan konten provokatif," ujar Dedi.
Reporter: Ady Anugrahadi
(mdk/rhm)