Sejarah Quick Count di Indonesia, Mainkan Peran Penting dalam Proses Pemilu
Quick count telah memainkan peran penting dalam proses pemilu, khususnya dalam memastikan transparansi dan kepercayaan publik.
Pada tahun 2004, sistem penghitungan KPU yang paling diandalkan. Sedangkan proses hitung cepat masih diragukan saat itu.
Sejarah Quick Count di Indonesia, Mainkan Peran Penting dalam Proses Pemilu
Sejarah Quick Count di Indonesia, Mainkan Peran Penting dalam Proses Pemilu
Hasil hitung cepat (quick count) pemilihan presiden-wakil presiden 2024 mulai dirilis.
Hingga berita ini diturunkan, pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka unggul di atas 50 persen dari dua pasangan calon lainnya, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD.
Kendati hasil resmi belum diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasil dari quick count sebagai gambaran yang tidak terlalu jauh mengenai hasil pemilu kali ini.
Dirangkum dari berbagai sumber, hitung cepat di Indonesia, telah memainkan peran penting dalam proses pemilu, khususnya dalam memastikan transparansi dan kepercayaan publik.
Metode quick count mulai dilakukan pasca-reformasi, tepatnya tahun 2004. Waktu itu, Ketua badan Pengawas Lembaga Penelitian Pendidikan Penerapan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Roestam Efendi mengatakan LP3ES pertama kali memperkenalkan metode hitung cepat dalam Pemilu 2004.
"Upaya menemukan metodologi quick count sudah dilakukan LP3ES sejak tahun 1997, kebetulan waktu itu saya Direktur LP3ES (1993-1999)," tulis Roestam.
Sebelum 2004, rakyat belum memilih secara langsung wakilnya di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Kemudian pertengahan tahun 2004, masyarakat bisa memilih langsung capres dan cawapres pilihan mereka. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada tahun 2004, sistem penghitungan KPU yang paling diandalkan. Sedangkan proses hitung cepat masih diragukan saat itu. Namun di sisi lain, tahun 2004 penghitungan KPU dinilai lamban oleh LP3ES.
Akhirnya, pihak LP3ES melakukan quick count alias hitung cepat dengan bantuan The National Democratic Institute for International Affairs (NDI).
Hasilnya, hitung cepat ala LP3ES lebih cepat satu hari daripada hitung manual dari KPU. LP3ES merilis hasil pemilu tahun 2004. Sehari kemudian, hitung manual KPU baru keluar.
Roestam menceritakan pernah melakukan metode hitung cepat itu secara diam-diam di Indonesia pada Pemilu 1977.
Hasilnya, ada perbedaan angka yang signifikan antara quick count LP3ES dengan hasil PPI (Panitia Pemilihan Indonesia).
"LP3ES secara diam-diam melaksanakan quick count khusus DKI Jakarta untuk melihat apakah ada kecurangan dalam penghitungan suara," ujar dia.
LP3ES, kata Roestam, menyimpulkan memang ada kecurangan dalam penghitungan suara pada pemilu masa Orde Baru. "Tapi waktu itu LP3ES tidak berani mengumumkan," katanya.
Hingga saat ini, metode hitung cepat bisa diandalkan oleh masyarakat. Karena, menurut Roestam, proses hitung cepat menjadi alat kontrol terhadap kemungkinan kecurangan.
"Justru alat kontrol terhadap kemungkinan kecurangan penghitungan suara resmi," jelas Roestam.
Setelah era reformasi, LP3ES melakukan sejumlah hitung cepat di sejumlah pemilu dan hasilnya selalu akurat.
Pada Pilpres pertama tahun 2004, LP3ES bahkan memberanikan diri menyatakan bahwa SBY - JK akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, meskipun hasil KPU belum diumumkan.
"Ternyata kemudian hasil KPU tidak berbeda dengan hasil quick count LP3ES. Sejak saat itulah quick count jadi semacam rujukan hasil pemilu," ujarnya.