Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolahan, Nasibmu Kini
Pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah dinilai tidak efektif untuk mengajarkan bahasa, sastra dan aksara Jawa. Ketidakefektifan sistem pembelajaran ini dinilai mengancam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa, sastra dan aksara Jawa di Yogyakarta.
Pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah dinilai tidak efektif untuk mengajarkan bahasa, sastra dan aksara Jawa. Ketidakefektifan sistem pembelajaran ini dinilai mengancam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa, sastra dan aksara Jawa di Yogyakarta.
Anggota DPRD DIY Syukron Arif Muttaqin mengatakan, sebenarnya saat ini sudah ada Perda Nomor 2 tahun 2021 yang merupakan inisiatif DPRD DIY untuk melestarikan bahasa, sastra dan aksara Jawa. Salah satunya adalah dengan pembelajaran di sekolah-sekolah.
-
Apa yang sedang viral di Makassar? Viral Masjid Dijual di Makassar, Ini Penjelasan Camat dan Imam Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
-
Apa yang viral di Babelan Bekasi? Viral Video Pungli di Babelan Bekasi Palaki Sopir Truk Tiap Lima Meter, Ini Faktanya Beredar video pungli di Babelan Bekasi. Seorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli baru-baru ini.
-
Di mana kuburan viral itu berada? Lokasi kuburan itu berada tengah gang sempit RT.03,RW.04, Kelurahan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
-
Apa yang viral di Bangkalan Madura? Viral video memperlihatkan seekor anjing laut yang tidak sewajarnya dikarenakan berkepala sapi yang berada di Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur.
-
Kenapa Pantai Widodaren viral? Keberadaannya belum banyak yang tahu. Namun belakangan ini, pantai ini viral karena keindahannya.
-
Kolak apa yang viral di Mangga Besar? Baru-baru ini ramai di media sosial war kolak di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Sebagaimana terlihat dalam video yang tayang di akun Instagram @noonarosa, warga sudah antre sejak pukul 14:00 WIB sebelum kedainya buka.
Syukron mengatakan dalam Perda itu membahas tentang pemeliharaan dan pengembangan bahasa, sastra dan aksara Jawa. Syukron membeberkan ada sejumlah problem dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah-sekolah yang ada di Yogyakarta.
"Kami mengundang guru-guru bahasa Jawa di area Kabupaten Sleman. Ternyata banyak guru yang mengajar Bahasa Jawa tapi tidak memiliki latar belakang pendidikan Bahasa Jawa. Jadi kayak guru kelas tapi kemudian mengajar Bahasa Jawa," ucap Syukron di SD Maarif Gamping, Kabupaten Sleman, Rabu (24/5).
Syukron mengungkapkan problem lainnya ada metode pembelajaran aksara Jawa yang berbeda-beda di setiap guru. Kondisi ini disebut Syukron tidak tepat karena tidak ada standarisasi pengajaran yang sama.
"Standarisasi mengajarnya beda-beda. Siswa SD ada yang disuruh menulis berhalaman-halaman huruf Jawa agar bisa hafal. Ini membuat siswa takut dan banyak yang sambat. Harusnya bukan dengan metode menghafal tapi dengan metode memahami. Kalau sudah paham enggak mungkin lupa tapi kalau cuma menghafal pasti lupa," urai Syukron.
Untuk mengatasi masalah keterancaman pelestarian dan pengembangan bahasa, sastra dan aksara Jawa ini, Syukron membeberkan pihaknya coba menawarkan sejumlah solusi sesuai dengan amanat dari Perda Nomor 2 Tahun 2021.
"Pembelajaran Bahasa Jawa akan ditambah jam pelajarannya. Sekarang dua jam pelajaran dalam seminggu, akan kami dorong supaya bisa empat jam pelajaran dalam seminggu," ucap Syukron.
Syukron mengungkapkan solusi lainnya adalah dengan menerapkan standarisasi kurikulum pembelajaran Bahasa Jawa. Syukron menilai saat ini kurikulum Bahasa Jawa di sekolah masih cukup berat dan memaksakan sehingga tidak membuat siswa tertarik.
"Jangan anak SD dibekali materi yang berat. Masak anak SD sudah diminta tahu tentang sastra Jawa atau filosofi Jawa. Anak di bawah kelas 4 seharusnya diberi sistem pembelajaran yang menyenangkan agar mereka senang dulu dengan Bahasa Jawa," urai Syukron.
"Misalnya diajak nyanyi atau nembang Bahasa Jawa dulu. Diajak main dengan permainan tradisional Jawa. Pokoknya dibuat senang dulu, jangan sampai anak-anak ini takut dengan pelajaran Bahasa Jawa," sambung Syukron.
Syukron menambahkan solusi lain adalah dengan memperbanyak kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian dan pengembangan bahasa, sastra dan aksara Jawa. Syukron menyarankan agar ada sekolah berbasis budaya yang bisa lahir.
"Harusnya ada sekolah berbasis budaya agar siswa bisa mengenal budaya Jawa. Misal ada ornamen-ornamen Jawanya. Ada tulisan-tulisan aksara Jawa. Lewat visual ini siswa bisa mudah memahami," papar Syukron.
"Selain itu di sekolah berbasis budaya ini, siswa juga dikenalkan dengan Budaya Jawa yang adiluhung. Dimana saling menghargai dan menghormati antar sesama menjadi salah satu yang diajarkan oleh budaya Jawa. Lewat pendekatan budaya di sekolah ini kejahatan jalanan (klitih) ini juga diatasi," tutup Syukron.
Cara Ngapak
Pakar aksara Jawa Ahmad Fikri mengenalkan metode pembelajaran aksara Jawa baru yang dinamai metode Cara Ngapak.
"Salah satu problematik pembelajaran aksara Jawa itu pada metode, karena dari dulu sifatnya hanya hafalan dan digabung dengan pelajaran bahasa dan sastra Jawa sekaligus. Terjadilah perang nalar di kalangan siswa," kata Fikri.
Fikri menerangkan metode Cara Ngapak adalah belajar aksara Jawa dengan mengenal 5 aksara yaitu Ca, Ra, Nga, Pa, Ko. Nantinya dari lima aksara dasar ini akan mudah untuk mengenal 20 aksara Jawa lainnya.
Fikri membeberkan dalam metode Cara Ngapak ini tidak menonjolkan seseorang harus menghafal seluruh aksara Jawa. Namun orang dituntut untuk memahami aksara Jawa dengan bentuk dasar hurufnya.
"Metode saya ini haram hukumnya menghafal tetapi pahami metodenya. Jadi, sangat laduni. Hafalan bisa lupa tetapi kalau memahami metodenya maka tidak akan lupa," kata pengelola Kampung Aksara Jawa ini.
Lewat metode Cara Ngapak ini, Fikri berharap siswa maupun guru bisa lebih mudah dalam memahami aksara Jawa. Fikri menjabarkan Cara Ngapak ini sudah teruji untuk pembelajaran dimana siswa yang memakai metode ini bisa memperoleh penghargaan terbaik pada ajang olimpade siswa tingkat nasional.
Cara Ngapak, kata Fikri membuat siswa tidak harus dipaksa menghafal aksara Jawa. Hafalan aksara Jawa ini dinilai Fikri menjadi salah satu problem bagi siswa untuk belajar dan suka dengan Bahasa Jawa.
"Anak-anak ini harus diajak belajar dengan gembira. Jangan mereka dipaksa hafalan. Mereka ini generasi visual makanya harus divisualisasikan metode belajarnya," ungkap Fikri.
Fikri menambahkan salah satu keunggulan sekaligus ciri khas aksara Jawa adalah tidak adanya titik koma maupun tanda seru seperti halnya aksara Latin.
"Orang yang belajar aksara Jawa sekaligus belajar olah rasa. Bukan rahasia lagi, aksara Jawa sangat kental mengandung filosofi tingkat tinggi," papar Fikri.
(mdk/cob)