Pemkot Malang betuk tim identifikasi situs cagar budaya
Pemkot Malang betuk tim identifikasi situs cagar budaya. Hasil pendataan nantinya menjadi pijakan dalam penentuan bangunan dan situs cagar yang harus dilindungi dalam aturan pemerintah daerah.
Pemerintah Kota (Pemkot) Malang membentuk sebuah tim identifikasi yang bertugas mendata ulang situs-situs cagar budaya. Tim beranggota tujuh orang, lima orang terdiri dari sejarawan, arkeolog dan akademisi. Sementara yang lain berasal dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar).
Kepala Disbudpar Kota Malang Ida Ayu Made Wahyuni mengatakan, tim akan mendata situs-situs di Kota Malang dan sekitarnya. Hasil pendataan nantinya menjadi pijakan dalam penentuan bangunan dan situs cagar yang harus dilindungi dalam aturan pemerintah daerah.
"Tim bertugas mengusulkan kategori bangunan atau situs, masuk tingkat nasional, provinsi atau pemerintah daerah," katanya, Rabu (12/10).
Perbedaan tingkatan itu akan menentukan sumber dana perawatan dan pengelolaan situs. Secara berjenjang akan mempengaruhi masuknya kategori tingkat provinsi dan pemerintah daerah.
Tim sendiri sudah ditetapkan, namun masih harus mendapatkan penetapan dari pemerintah pusat. Mereka akan mulai bekerja pada 2017 mendatang.
Saat ini, kata Ayu, pendataan secara kecil-kecilan sudah mulai dilakukan. Hasil sementara, cagar budaya dikelompokkan antara yang harus dikelola Pemkot dan perseorangan.
Contoh cagar budaya yang dikelola perseorangan antara lain Kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN), Kantor Pos, Bangunan Cor Jesu, Tandon Air Betek dan Gedung Bank Indonesia (BI).
Selain melakukan identifikasi, tim juga bertugas menelisik kebenaran nilai-nilai sejarah di setiap situs. Tim akan mencari tahu dan menentukan kebenaran cerita-cerita yang berkaitan dengan situs dimaksud.
Jika ditemukan kevalidan dengan disertai bukti pendukung, maka akan dijadikan sebagai cagar budaya. Sebaliknya, jika tidak cukup bukti, cukup dijadikan cerita rakyat atau folklor.
"BP3 Trowulan selama ini sudah melakukan, tetapi jangkauannya terlalu luas. Sementara tim ini nanti bekerja terutama untuk situs-situs di Kota Malang dan sekitarnya," katanya.
Kata Ayu, pihaknya juga tengah mengembangkan rancangan Peraturan Daerah tentang cagar budaya. Harapannya Perda itu menjadi patokan pengaturan atau rekomendasi bangunan-bangunan cagar budaya. Izin pembangunan tempat-tempat bernilai sejarah harus atas rekomendasi Disbudpar.
"Saat ini sudah di Bagian Hukum. Tahun depan ditargetkan selesai dan masuk ke legislasi," katanya.
Sementara itu, sejarawan Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono mengatakan, jumlah cagar budaya di Kota Malang sebanyak 180 buah. Namun semuanya belum disematkan dalam Surat Keterangan Wali Kota untuk mendukung pelestariannya.
"Tanpa itu, cagar budaya yang diubah fungsinya tidak memiliki payung hukum yang kuat. Kalau ada SK, misalnya ada yang mau membongkar, urusannya dengan hukum," ucap pria yang menjadi salah satu calon anggota tim tersebut.
Kata Dwi, dengan memperhatikan situasi saat sekarang, cagar budaya jenis bangunan menjadi fokus utama. Selain itu juga, cagar budaya jenis kerajinan dan tradisi khas.
Bangunan-bangunan cagar budaya memiliki banyak spesifikasi. Beberapa contohnya berusia di atas 30 tahun dan bernilai arsitektur lama. Kota Malang sangat kaya dengan bangunan bersejarah, tetapi tidak sedikit yang sudah mengalami perubahan.