Penangkapan Ketua DPRD Muara Enim Dinilai Hasil Sinergi KPK dan Polri
"Penangkapan Ketua DPRD dan eks Kepala Dinas PUPR ini adalah hasil kerja apik intelijen KPK dan Polri tanpa perlu melakukan penyadapan," kata Neta.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai penangkapan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi hasil sinergi KPK dan Polri. Menurutnya, kedua tersangka itu dipantau secara intensif dan ditangkap saat bergerak ke Palembang, Sumatera Selatan.
"Penangkapan Ketua DPRD dan eks Kepala Dinas PUPR ini adalah hasil kerja apik intelijen KPK dan Polri tanpa perlu melakukan penyadapan," kata Neta dalam keterangannya, Rabu (29/4).
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Neta menjelaskan, alasan penangkapan dua orang yang terlibat perkara mantan Bupati Muara Enim, Ahmad Yani patut dipuji. Pertama, penangkapan keduanya tanpa kehebohan. Kemudian, Ketua DPRD Enim Aries HB berasal dari PDIP, partai penguasa.
"Kedua, tersangka korupsi itu adalah Ketua DPRD dari partai penguasa PDIP," terangnya.
Selain itu, kata Neta, operasi KPK di bawah kepemimpinan Firli itu dilakukan di kampung halamannya, Sumsel. Kemudian, KPK tetap bekerja menangkap koruptor di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
"Sumsel adalah kampung halaman Firli, sepertinya Firli hendak membersihkan kampung halamannya terlebih dahulu. Keempat, penangkapan itu adalah pengembangan dari sidang pengadilan Tipikor. Kelima, penangkapan ini dilakukan KPK di tengah maraknya wabah Corona. Artinya di tengah wabah virus, jajaran KPK tetap bekerja serius memburu para koruptor," terang dia.
Dia lantas membandingkan, cara kerja penangkapan KPK yang dikomandoi Firli dengan Agus Rahardjo. Menurutnya, KPK era Agus tidak bekerjasama dengan Polri karena khawatir operasi mereka terbongkar.
"Tidak seperti KPK era sebelumnya di mana aparatur lembaga anti rasuah ini merasa superioritas bekerja sendiri dengan alasan operasinya khawatir 'bocor'," tandas dia.
Diketahui, KPK menangkap Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (26/4). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek-proyek pekerjaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemerintah Kabupaten Muara Enim tahun 2019.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi menerima hadiah atau janji. KPK selanjutnya menetapkan dua orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Senin (27/4).
Keduanya dijerat sebagai tersangka berdasarkan pengembangan kasus yang telah menjerat Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar serta bos PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi.
Alex menjelaskan, kasus ini bermula saat Dinas PUPR Muara Enim hendak melaksanakan pengerjaan pembangunan jalan pada tahun 2019. Untuk mendapatkan pekerjaan tersebut, Robi Okta diduga memberikan suap kepada beberapa pihak.
Selain kepada Ahmad Yani yang merupakan Bupati Muara Enim, Robi Okta diduga memberikan uang suap sebesar Rp3,031 miliar dalam kurun waktu Mei hingga Agustus 2019 kepada Aries HB.
"Pemberian ini diduga berhubungan dengan commitment fee perolehan ROF (Robi Okta Fahlefi) atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim," ujarnya.
(mdk/ray)