Pergantian kapolri jadi polemik karena libatkan lembaga politik
Era Presiden SBY, pemilihan kapolri libatkan KPK dan PPATK.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti akan memasuki usia pensiun bulan Juli mendatang. Kini, pemerintah pun tengah menyiapkan sosok pengganti Trunojoyo 1 tersebut.
Sejumlah kemungkinan pun bergulir, mulai dari isu perpanjangan masa tugas Badrodin, hingga beberapa nama yang digadang-gadang bakal menjadi Tribrata 1 itu, seperti Komjen Budi Waseso, Komjen Budi Gunawan hingga Komjen Tito Karnavian.
Namun, Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution menyatakan, pergantian kapolri menjadi polemik. Pasalnya perlu ada persetujuan DPR terkait dengan pemilihan kapolri.
"Soal pergantian kapolri menjadi polemik karena melibatkan lembaga politik. Sekarang presiden menyampaikan ke DPR untuk dapat persetujuan. Ini jadi persoalan politik," ujarnya di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6).
Hal tersebut menurutnya, berbeda semasa era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di mana saat itu, ada keterlibatan KPK dan PPATK untuk melihat track record para calon.
"Sekarang berbeda dengan jaman SBY, kalau dulu yang menjadi calon kapolri KPK dan PPATK dilibatkan dalam pemilihan kapolri. Baru ke Wanjakti dan Kompolnas baru ke presiden yang memutuskan itu semua," katanya.
Menurut Fadli, jika hanya melibatkan internal kepolisian dan presiden, maka pemilihan kapolri tidak akan menjadi sesuatu yang rumit. Sebab, Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) tinggal melakukan pembahasan mengenai calon kapolri.
"Dihitung berapa lama lagi nanti pensiun. Mereka memenuhi syarat, maka diajukan sebagai kapolri," ujarnya.
Seperti diketahui, ada lima nama yang menjadi calon kuat kapolri. Mereka sering muncul di Istana Negara, mereka adalah Wakapolri Komjen Budi Gunawan, Kepala BNN Komjen Budi Waseso, Kepala BNPT Komjen Tito Karnavian, Irwasum Polri Komjen Dwi Priyatno, dan Kalemdikpol Komjen Syafruddin.