Pergub Jateng soal penerimaan online siswa miskin membingungkan
Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah (Jateng) tentang siswa dari keluarga miskin (Gakin) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online dinilai membingungkan. Kebijakan tersebut menimbulkan masalah baru bagi pihak sekolah. Tak sedikit pula masyarakat dan calon siswa berkomentar miring melalui media sosial.
Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah (Jateng) tentang siswa dari keluarga miskin (Gakin) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online dinilai membingungkan. Kebijakan tersebut menimbulkan masalah baru bagi pihak sekolah. Tak sedikit pula masyarakat dan calon siswa berkomentar miring melalui media sosial.
Dalam Pergub Jateng no 9 tahun 2017 itu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menetapkan kuota minimal 20 persen untuk siswa gakin, tanpa mengatur batas maksimal siswa gakin. Asalkan memiliki nilai ujian minimal 24 atau rata-rata 6, siswa gakin diprioritaskan di SMA negeri yang mereka inginkan.
Kondisi tersebut dipastikan akan menyulitkan sekolah dalam hal pembiayaan siswa. Ini dikarenakan biaya pendidikan siswa gakin dibebankan kepada siswa reguler. Seperti yang dialami Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Solo. Sebagai sekolah favorit, tahun ini menerima 96 siswa gakin atau sekitar 27 persen dari daya tampung sekolah.
Kepala SMA Negeri 4 Solo, Muhammad Thoyyibun mengatakan, tanpa pembatasan maksimal, siswa gakin yang mendaftar di sekolah favorit yang ia asuh membludak. Ia khawatir jika tidak ada batasan, siswa reguler akan terbebani.
"Masalahnya makin banyak siswa gakin yang mendaftar, beban biaya yang harus ditanggung siswa reguler juga pasti meningkat. Siswa gakin kan gratis, kalau misalnya kita terima 300 siswa gakin, terus pembiayaannya bagaimana? Ini yang belum jelas," ujar Thoyyibun, Kamis (15/6).
Thoyyibun juga mengeluhkan tidak meratanya siswa gakin di 8 SMA negeri Solo. Di SMA Negeri 6 misalnya, menerima 105 siswa, SMAN 4 ada 96 siswa, sedangkan SMAN 8 hanya 8 siswa. Ia menyarankan adanya rayonisasi. Agar siswa bisa masuk di sekolah terdekat.
"Yang rumahnya Pasar Kliwon kok masih ada yang masuk SMAN 4 (di Banjarsari). Kalau jarak dari rumah terlalu jauh nanti apa tidak timbul masalah lagi," keluhnya.
Dia menyebut, nilai siswa gakin terendah di SMA Negeri 4 adalah 26. Kendati demikian ia siap membina para siswa gakin, terutama yang memiliki nilai di bawah rata-rata.
"Kami yakin tetap bisa mempertahankan kualitas. Selama ini kita membina siswa gakin banyak yang masuk bidik misi di perguruan tinggi," katanya.
Sekretaris PPBD SMA Negeri 4, Nanang Inwanto mengakui kebijakan tersebut cenderung menyulitkan siswa reguler. Mereka tidak bisa mendapat kepastian jumlah kuota yang tersedia untuk mereka.
"Kebijakan ini juga menyulitkan siswa reguler. Kuota untuk yang non-gakin jadi tidak tentu karena siswa gakin tidak dibatasi," pungkasnya.