PGI sebut boleh saja pendeta ikut politik praktis tapi ada syaratnya
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengimbau agar para pendeta tidak terjun ke politik praktis. Hal ini lantaran belakangan ada pendeta yang terjun ke politik praktis jelang pencoblosan Pilkada Serentak pada 27 Juni 2018 mendatang.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengimbau agar para pendeta tidak terjun ke politik praktis. Hal ini lantaran belakangan ada pendeta yang terjun ke politik praktis jelang pencoblosan Pilkada Serentak pada 27 Juni 2018 mendatang.
Sekretaris Umum (Sekum) PGI, Pdt Gomar Gultom menyayangkan turunnya pendeta ikut serta dalam politik praktis. Apalagi, kata dia, para pemuka agama itu secara terang-terangan mendukung dan mendoakan salah satu calon agar menang.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Dimanakah letak Pulau Sumba yang menjadi jawaban dari tebak-tebakan 'kuda, berjenggot, luas, serba ada'? Ya, jawaban dari petunjuk kuda, berjenggot, luas, serba ada ini mengarah ke Pulau Sumba.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
"Boleh saja pendeta ikut (politik praktis), tapi tanggalkan dulu fungsi-fungsi kependetaan dalam memimpin umat," ujar Gomar di Kantor PGI, Jakarta Pusat, Kamis (21/6).
Dia menilai, turunnya para pendeta ke politik praktis justru bisa menimbulkan kegaduhan baru dan memecah umat.
"Karena umat belum tentu pilihan politiknya sama dengan pendeta. Kami sangat sayangkan itu," ucapnya.
Hal ini, lanjut Gomar, berlaku bagi seluruh pasangan yang maju dalam Pilkada Serentak 2018 untuk tidak melibatkan para pendeta. Karena, belum lama, seorang pendeta di Sumatera Utara mendoakan dan mendukung calon Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, agar menang.
"Ini bukan karena si A, si B. Mungkin dalam kasus Sumut, ada pendeta mendoakan Edy Rahmayadi atau mendoakan Djarot sekalipun. Yang kami minta adalah, kalau gereja mau mendoakan, sebaiknya undang semua kontestan dan diberangkat semua kontestan," paparnya.
"Bukan didoakan siapa yang menang, tapi didoakan semua pihak agar ada berkat untuk bangsa," sambung Gomar.
Meski begitu, dirinya tak menampik jika syahwat atau nafsu politik para pendeta banyak yang tak bisa dibendung.
"Kami hanya mengimbau agar ada keutuhan jangka panjang. Jika ada pendeta yang mengajak atau menjadikan rumah ibadah sebagai politik praktis, itu menciderai demokrasi. Karena rumah ibadah tak dibenarkan jadi arena politik," tegas Gomar.
Sebelumnya, sempat beredar viral video Calon Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi didoakan oleh para pendeta. Video tersebut berdurasi 30 detik.
Para pendeta tersebut tergabung dalam Komunitas Pendeta Internasional Indonesia Sumatera Utara.
Reporter: Devira Prastiwi
Baca juga:
PDIP: Djarot-Sihar unggul, hanya bisa kalah kalau dicurangi
Analisa debat Pilgub Sumut, Djarot lebih rileks karena tak punya beban
Indo Barometer: Djarot unggul 0,9% dari Edy Rahmayadi, belum memilih 25,4%
Sejahterakan nelayan, Edy siap tindak pencuri ikan, Djarot andalkan kartu sakti
Debat pamungkas Pilgub Sumut, Djarot dan Ijeck saling sindir