Polri: Targetnya paling lama 3 minggu berkas Ahok rampung
Saat ini pihak Polri tengah fokus melengkapi berkas-berkas perkara Ahok, misalnya kelengkapan berita acara pemeriksaan (BAP). Termasuk di dalamnya memeriksa sejumlah saksi yang belum tuntas sebelum penetapan tersangka Ahok.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama Islam, Rabu (16/11) lalu. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan berkas perkara Ahok diperkirakan rampung dalam waktu tiga minggu kemudian dilimpahkan ke pengadilan.
"Mudah-mudahan bisa secepatnya. Targetnya paling lama 3 minggu. Pemberkasannya saja, termasuk pemeriksaan Ahok sendiri," ungkap Boy di Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/11).
Dikatakan Boy, saat ini pihak Polri tengah fokus melengkapi berkas-berkas perkara Ahok, misalnya kelengkapan berita acara pemeriksaan (BAP). Termasuk di dalamnya memeriksa sejumlah saksi yang belum tuntas sebelum penetapan tersangka Ahok.
Terkait rencana pemeriksaan terhadap saksi yang belum tuntas, Boy mengaku belum mendapat informasi penjadwalan dari para penyidik. Dia hanya memastikan tidak ada saksi tambahan selain sejumlah saksi yang sudah diperiksa sebelumnya.
"Jadwalnya belum dapat. Mudah-mudahan nanti jadwalnya sudah disampaikan dan bisa dilakukan pemeriksaan. Karena kan pemeriksaan terdahulu lebih kepada saksi belum pada kapasitas tersangka. Penyidik akan menjadwalkan dalam waktu yang tidak lama lagi," ujarnya.
Seperti diketahui, Ahok ditetapkan sebagai tersangka setelah Polri menyelidiki video pidato kontroversialnya yang menyinggung Surah Al Maidah ayat 51 saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Tak hanya itu, pihak Bareskrim Polri sudah meminta keterangan puluhan saksi ahli, baik ahli bahasa, hingga ahli agama.
Atas perbuatannya, Ahok diancam pasal 156a KUHP juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 156 a KUHP berbunyi "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Sedangkan Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi sebagai berikut "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".