Pukul siswa yang tak kerjakan PR, guru Asep diadili
Asep sendiri sudah meminta maaf, tetapi keluarga ketiga murid itu meminta uang Rp 50 juta. Asep pun tak bisa bayar.
Seorang guru SD negeri di kawasan Jalan Kelambir, Medan, Asep Sugeng (36), harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (3/4). Dia didakwa menganiaya tiga muridnya yang tidak mengerjakan PR.
"Bahwa terdakwa Asep Sugeng ... melakukan kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak," ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Amrizal Fahmi saat membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai SB Hutagalung.
Dalam dakwaannya, Fahmi menyatakan Asep menganiaya empat murid SD Negeri 065854, SA, AS dan AYP pada 27 Agustus 2012 lalu. Kejadian itu bermula ketika Asep memerintahkan muridnya yang tidak mengerjakan PR untuk maju dan berdiri ke depan kelas. Saat itu, 15 murid berdiri, termasuk ketiga korban.
Asep kemudian menyuruh siswa, yang tidak mengerjakan PR, berbaris dan menghampirinya. Satu per satu siswa diperintahkan mengulurkan kedua tangan untuk dipukul dengan rotan. Selain dipukul, siswa juga didenda Rp 1.000 untuk setiap lembar PR yang tidak dikerjakan.
SA dipukul 2 kali di telapak tangan kanan dan 2 kali di telapak tangan kiri. AS dipukul 2 kali di kanan dan 3 kali di kiri. Sementara itu AYP dipukul 2 kali di kanan dan 3 kali di kiri.
"Keesokan harinya korban AS belum juga menyelesaikan PR sehingga terdakwa memukul korban AS sebanyak 3 kali di telapak tangan sebelah kanan dan 2 kali di telapak kaki sebelah kiri dan membayar denda Rp 5.000," jelas Fahmi.
Akibat pemukulan ini, SA mengalami luka memar pada telapak tangan kiri dan ibu jari tangan kanan. AS mengalami luka memar di telapak tangan kiri dan kanan. Luka serupa juga dialami AYP.
Keluarga ketiga siswa ini ternyata tidak senang dengan kejadian itu. Mereka melaporkan perbuatan Asep ke Polsek Medan Helvetia.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," pungkas Fahmi.
Setelah mendengarkan dakwaan JPU, majelis hakim menunda sidang. Rencananya sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sementara itu, T Fitra Yufina, penasihat hukum terdakwa, menyatakan perbuatan kliennya hanya bertujuan agar para siswa lebih tekun belajar. "Siswanya kan sudah kelas VI, jadi dia ingin mereka lebih giat biar bisa lulus dan masuk SMP negeri," ujarnya.
Fitra memaparkan, sebenarnya sudah ada upaya perdamaian dalam kasus ini. Kliennya pun telah minta maaf kepada keluarga siswa. "Tapi mereka (keluarga korban) minta Rp 50 juta, mana mampu dia membayarnya," ucapnya.