Ribut soal Teluk Benoa, reklamasi di Bali Utara dilakukan diam-diam
Reklamasi di Bali Utara turut membabat keberadaan mangrove.
Di saat banyak pihak meributkan reklamasi Teluk Benoa, tanpa disadari wilayah Teluk Penerusan di Banyuwedang Bali Utara, Kabupaten Buleleng, telah dilakukan proyek reklamasi secara diam-diam.
Bahkan kawasan laut yang dipenuhi tanaman mangrove, saat ini sudah diurug oleh pihak investor. Bahkan dari pantauan di lapangan, sudah berdiri dua bangunan senderan beton yang membentang memanjang ke tengah laut dari kawasan hutan mangrove.
Pengurukan di Teluk Penerusan dari bibir teluk sejauh 200 meter, dengan kedalaman hingga tiga meter, dan jarak beton satu dengan lain mencapai 20 meter.
Menurut penuturan dari salah seorang warga Desa Pejarakan bernama Iboy mengatakan, dirinya mempertanyakan dasar penerbitan sertifikat hak milik (SHM) yang sampai dijual kepada investor. Berdasarkan informasi yang dihimpun, lahan seluas dua hektare termasuk teluk yang direklamasi akan dijadikan hotel.
"Aktivitas reklamasi Teluk Penerusan itu sejak sebulan lalu. Katanya mau dibangun hotel di sana, hotel di tengah laut. Saya tidak tahu apa ada izinnya pengurugan ini," tuturnya kepada wartawan di Buleleng, Bali, Sabtu (16/5).
Bukan hanya menguruk laut, aktivitas proyek pembangunan tersebut juga sudah menebang sejumlah pohon mangrove yang ada di teluk tersebut. "Ada juga yang saya lihat pohon-pohon mangrove yang sudah mati, bekas ditebang dibiarkan terus begitu saja," jelasnya.
Terpisah, perbekel Desa Pejarakan Made Astawa tidak menampik adanya pengurukan di kawasan Teluk Penerusan. Namun dirinya berdalih, lahan tersebut berstatus tanah hak milik seorang warga yang bernama Komang Milik, yang kemudian dijual kepada investor.
Kendati begitu, dirinya belum mengetahui persis bangunan yang akan didirikan. Namun, dirinya hanya mengetahui proyek tersebut baru sebatas pembangunan jalan saja.
"Itu tanah milik seorang warga, dia punya SHM atas tanah itu. Kemudian dijualnya tanah itu ke investor, dan sekarang akan dibangun akomodasi wisata. Sekarang baru pembangunan jalan saja dan masih lama itu, sekitar lima tahun lagi baru jelas akan terlihat bangunannya seperti apa," tuturnya.
Menurut Astawa, hingga saat ini dirinya belum menerima adanya permohonan izin atas pembangunan proyek tersebut, yang masuk ke Kantor Desa.
"Sampai sekarang belum ada permohonan izin yang masuk dan saya masih belum mengeluarkan rekomendasi. Tapi selama itu tidak mengganggu lingkungan tidak ada masalah, karena status tanah itu kan milik perseorangan," tandasnya.