'RUU Kamnas terlalu dini'
RUU Kamnas dianggap hanya ingin memperkuat negar dan tidak mencantumkan persoalan HAM tentang rasa aman.
Pemerintah saat ini dianggap terlalu buru-buru membahas Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional. Menurut Ketua Pusat Studi Pertahanan dan Perdamaian (PSPP) Universitas Al Azhar, Munafrizal Manan, RUU Kamnas masih banyak harus direvisi dan didiskusikan lebih dalam. Pasalnya, RUU Kamnas dianggap hanya ingin memperkuat negara/pemerintah dan tidak mencantumkan persoalan Hak Asasi Manusia tentang rasa aman.
"Tidak ada hak asasi manusia yang dicantumkan. UU HAM juga tidak disebut. Tidak menyantumkan hak asasi manusia sebagai pertimbangkan pertama. Lebih fokus pada aspek keamanannya dan itu menimbulkan kekawatiran," kata Manan dalam diskusi bertema 'Dilema Pengaturan Keamanan Nasional' di Universitas Al Azhar, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).
Manan mengatakan RUU Kamnas banyak dikritik karena pada pasal 32 menyebutkan 'masyarakat dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan keamanan nasional'. Menurutnya pasal tersebut hanya bersifat kepatuhan. Padahal yang harus dipertimbangkan juga adalah, keterlibatan masyarakat bisa saja dibentuk dalam ketidaksetujuan dengan apa yang dibuat pemerintah.
"Itu bisa dikatakan dalam partisipasi publik. Tidak hanya mobilisasi, memberi informasi. Undang-undang tidak mengatur tentang ketidaksepakatan," ujar Manan.
Dia menambahkan, masih ada poin yang harus disorot. Karena, lanjutnya, bicara keamanan hampir semua orang butuh rasa aman, oleh sebab itu, dikenal istilah hak untuk merasakan keamanan.
"UUD 45 ada pasal 28b ayat 1, setiap orang berhak atas rasa aman," tambahnya.