Saat sore tiba, Aiptu Mustamin menjelma menjadi penambal ban
Ilmu tambal ban didapat dari temannya membikin Mustamin tergelitik mencari penghasilan tambahan.
Jika suatu hari kendaraan Anda tiba-tiba bermasalah di tengah jalan, di dekat kawasan monumen Mandala, segera menuju ke arah belakang kantor Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. Tepatnya di ujung Jalan Amanaggapa, yang memotong Jalan Jenderal Sudirman.
Di sisi kiri pelataran monumen itu terdapat tukang tambal siap membantu. Ban kendaraan bocor, tambah angin, atau sekedar memperbaiki rantai motor yang lepas bisa dikerjakan.
Seorang pekerjanya terbilang cukup umur, tetapi masih sigap melayani. Bayarannya pun cukup murah. Tambal ban dibanderol Rp 15 ribu, sedangkan buat tambah angin satu ban sepeda motor dihargai Rp 1.000. Sembari kendaraan dikerjakan, Anda bisa sambil minum kopi dan minum-minuman ringan di seberang jalan, dilayani istri sang tukang tambal ban ini.
Ternyata pemilik kios tambal ban itu adalah Ajun Inspektur Satu (Aiptu) Mustamin (57), dan istrinya, Nursin Warlela (53). Sudah lama keduanya mencari penghasilan tambahan buat menghidupi keluarga, selain dari gaji seorang abdi negara. Sudah 20 tahun dia menekuni pekerjaan itu.
Menjadi tukang tambal bagi Mustamin ternyata bukan sekadar mencari penghasilan tambahan, tetapi juga menyalurkan hobi. Dia berusaha menebalkan telinga dari cibiran orang. Anak-anaknya juga sempat meminta supaya dia berhenti menjadi tukang tambal ban. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka luluh juga. Bahkan dua dari empat anaknya juga menjadi polisi.
Mustamin ngotot menjadi tukang tambal saat lepas tugas, dengan catatan tidak boleh bekerja hingga malam. Sang istri juga menjual kopi menggunakan gerobak.
"Anak-anak sempat meminta berhenti, bukan karena malu melihat orang tuanya bekerja di pinggir jalan jadi tukang tambal ban, melainkan karena mengkhawatirkan saya yang sudah tua. Makanya diminta tidak sampai malam hari. Buktinya, kalau ada di antara mereka sedang tidak tugas dan berada di Makassar, mereka kadang ikut membantu mencungkil ban untuk ditambal," kata Mustamin.
Setelah pulang berdinas pada pukul 16.00 WITA, Mustamin lantas berganti seragam. Kakek tiga cucu ini mengaku mendapat ilmu menambal ban dari kenalannya. Awalnya dia belajar hanya buat kebutuhan pribadi. Yaitu jika suatu hari sepeda motornya bermasalah. Namun, lambat laun dia berpikir keahliannya bisa mendatangkan uang. Dia pun mulai serius menambal ban. Dalam sehari, kadang dia bisa mendapat Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu, dari tambal ban atau menambah angin.
"Saya kerja jadi tukang tambal kalau lepas tugas, dan benar-benar tidak ada tugas dari kantor atau perintah dari komandan. Sehingga kedua profesi ini tidak saling mengganggu. Saat menjadi tukang tambal ban pun saya tidak pernah mau cerita, atau mengaku-ngaku sebagai polisi. Hingga suatu hari pernah ada warga yang datang ke kantor, dan melihatku berseragam langsung menegur, kalau bapak yang pernah tambal ban kendaraannya ternyata polisi," tutur Mustamin yang bertugas di satuan Sabhara penjagaan objek vital.
Mustamin saban hari mengendarai mobil Toyota Avanza berwarna perak saat bekerja. Kendaraan bekas itu dibeli dengan mencicil dan dibantu anak-anaknya.
"Rasanya sudah benar-benar hobi, isi waktu, apalagi sudah dekat-dekat pensiun," ucap Mustamin.
Kapolsek Ujung Pandang, AKP Ananda Fauzi Harahap, yang juga atasan Mustamin mengaku mengenal baik. Hanya saja dia tidak tahu kalau ternyata Mustamin ternyata adalah bawahannya.
"Nanti sudah baca koran pagi ini. Lihat beritanya polisi seorang tukang tambal ban. Baru tahu kalau tukang tambal ban yang saya kenal ini ternyata bawahan saya," kata Ananda.
Ananda menambahkan, dia tidak merasa pekerjaan sampingan dijalani Mustamin itu melanggar aturan. Menurut dia hal itu bisa ditolerir, sepanjang positif dan dikerjakan saat lepas tugas, sehingga tidak mengganggu pekerjaan utamanya sebagai seorang polisi. Ananda juga menyatakan selama ini Mustamin tidak pernah melalaikan tugas.