Sakralnya Festival Erau tercoreng ulah pemuda remas payudara wanita
Ulah pemuda itu, justru mencoreng sakralnya Erau yang menjadi pesta adat budaya Kutai Kartanegara.
Event Erau and International Folk Art Festival (EIFAF) di Tenggarong, Kutai Kartanegara, yang berakhir Minggu (28/8) kemarin, kembali ternoda dengan ulah remaja dan pemuda melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan yang mengendarai motor. Ulah pemuda itu, justru mencoreng sakralnya Erau yang menjadi pesta adat budaya Kutai Kartanegara.
EIFAF digelar selama sepekan, dan berakhir 28 Agustus 2016 lalu. Adat belimbur, menjadi ritual penutup Erau. Sejatinya, belimbur merupakan tradisi saling menyiramkan air, kepada sesama anggota masyarakat, sebagai wujud syukur kelancaran Erau, juga pembersihan diri dari sifat buruk dan unsur kejahatan. Air dipercaya sebagai media peluntur sifat buruk manusia.
Namun sekelompok remaja dan pemuda, di kelurahan Timbau, Tenggarong, berbuat menyimpang. Mereka menyiramkan air bukan dari air Sungai Mahakam, melainkan air parit. Bahkan beberapa kelompok pemuda juga melakukan pelecehan seksual dengan meremas payudara remaja putri yang melintas menggunakan motor.
"Iya, tradisi Belimbur tercoreng dengan adanya perbuatan memalukan seperti itu. Di Timbau, ada yang melempar air parit, melempar air dalam platik berisi batu, ada juga yang meremas payudara," kata warga Tenggarong Kota, Muhammad Fadlan kepada merdeka.com, Senin (29/8).
Padahal, kata Iqbal, tradisi sebenarnya dilangsungkan di bibir Sungai Mahakam, saling menyimburkan air sungai sebagai tanda syukur kelancaran Erau.
"Ada rekan saya dari Bandung yang datang kemarin mau lihat belimbur. Tapi, justru kena lempar plastik air, isinya batu. Pelipis robek. Ya terpaksa pasrah, mau marah ya warga lokal," sebut Fadlan.
Demikian juga dikatakan warga Tenggarong lainnya, Sandrina Emalia. Menurut dia, tradisi Erau belimbur, yang diwarnai dengan pelecehan seksual kepada perempuan, sangat memalukan.
"Menyedihkan, memalukan, masih ada saja kelakuan seperti itu (meremas payudara). Ini sudah terjadi sejak Erau tahun-tahun lalu. Ke depan Erau 2017 mudah-mudahan warga sadar," ungkap Emalia.
Keengganan untuk datang ke ritual Belimbur, juga diungkap Andriyawan, salah seorang jurnalis televisi nasional yang ada di Samarinda. Meski ke Tenggarong bisa ditempuh kurang lebih 45 menit, dia enggan meliput ritual belimbur.
"Kita berkaca pengalaman 2012 ya, ada teman wartawan lokal, begitu asik foto momen belimbur, ternyata ikut disiram dan kamera rusak kena air. Padahal kita liputan, bukan untuk belimbur," ungkapnya Andriyawan.
EIFAF tahun 2016 ini, terbilang istimewa. Mengingat juga dihadiri negara-negara Eropa yang menampilkan budaya Eropa, seperti Estonia, Taiwan, Polandia, Lithuania, Bulgaria dan Romania.