Fakta Unik Festival Rewanda Boejana, Kearifan Lokal Warga Banyumas Hidup Berdampingan dengan Kera
Keberadaan festival ini membuat Desa Cikakak menjadi desa terbaik se-Jawa Tengah
Pada beberapa daerah, warga lokal masih melestarikan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan para leluhur. Hal ini pula yang ditemukan di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas.
Dari masa ke masa, mereka punya permasalahan yaitu invasi kera ekor panjang yang terkadang sampai masuk ke rumah-rumah dan menjarah makanan milik warga.
-
Apa saja tradisi Rebo Wekasan di berbagai daerah? Misalnya, di Bantul biasanya membuat lemper raksasa untuk dibagikan, di Banyuwangi melakukan tradisi petik laut, atau di Banten yang melaksanakan salat khusus di pagi hari pada Rabu terakhir bulan Safar.
-
Bagaimana Festival Wayang Kulit Banyuwangi dilestarikan? 'Wayang kulit itu sendiri sangat lengkap dan luas. Wayang kulit sarat kreativitas, ada seni rupa, ada seni peran dalam teaternya, ada seni suara, juga ada seni musik. Festival Wayang Kulit akan terus lanjutkan dan kita dukung pengembangannya,' kata Bupati Ipuk.
-
Siapa yang ikut dalam tradisi Sesaji Rewanda? Uniknya, tradisi ini tak hanya diikuti oleh para manusia saja, namun para monyet pun ikut serta di dalamnya.
-
Kenapa Banyuwangi mengadakan Festival Wayang Kulit? 'Ini juga menjadi bentuk apresiasi dan pelestarian wayang kulit sebagai warisan budaya tak benda yang telah diakui oleh UNESCO sejak 2 November lalu. Wayang itu salah satu identitas budaya Indonesia yang harus terus kita hidupkan dan uri-uri,' imbuhnya.
-
Kenapa Banyuwangi Ethno Carnival dirayakan? “Ini tidak sekadar tontonan dan hiburan semata. Tapi, ini menjadi panggung bagi talenta-talenta Banyuwangi untuk merawat budaya yang kita miliki dan memperkenalkannya kepada dunia,“ ungkap Ipuk.
-
Apa saja kegiatan yang dilakukan di tradisi Rebo Wekasan di Tegal? Selain itu, masyarakat banyak yang melaksanakan ritual shalat Rebo Wekasan, mengunjungi sanak saudara, bahkan membuat serangkaian acara selama seharian yang kemudian ditutup dengan pertunjukan wayang, mandi Safar di sungai.
Tapi mereka tidak memilih untuk membasmi hewan liar itu. Alih-alih, mereka justru memilih hidup berdampingan dengan para kera. Bahkan warga membuat sebuah acara festival khusus yang mengundang wisatawan dari luar daerah untuk bisa datang ke sana. Festival itu bernama Rewanda Boejana.
Lalu apa keunikan dari festival itu? Berikut selengkapnya:
Makan Bersama Kera
Dikutip dari Liputan6.com, istilah Rewanda Boejana diambil dari Bahasa Jawa Kuno. Rewanda artinya kera dan Boejana artinya makan bersama. Bisa diartikan Rewanda Boejana artinya makan bersama kera ekor panjang.
Pada festival ini, warga menyuguhkan gunungan berisi hasil bumi. Gunungan ini diarak dari tanah lapang tempat upacara dimulai hingga ke lokasi kompleks Masjid Saka Tunggal di mana kumpulan kera ekor panjang kerap muncul.
Keberadaa festival inipun kemudian menjadi daya tarik wisata. Karena festival ini pula Cikakak menjadi desa wisata terbaik se-Jawa Tengah pada tahun 2021.
Penggerak Perekonomian Desa
Pada tahun 2024 ini, festival Rewanda Boejana kembali diadakan tepatnya pada Minggu (20/10). Festival ini diikuti 21 peserta dengan 17 gunungan dari sekolah, paguyuban seni, pemerintah desa, hingga karang taruna.
Kepala Dinporabudpar Banyumas, Setia Rahendra, mengatakan bahwa festival tersebut tak hanya sekedar memberi makan kera yang berada di sekitar Masjid Saka Tunggal, namun juga penggerak perekonomian desa bahkan daerah. Apalagi keberadaan festival ini sudah terbukti memberi efek pada perkembangan wisata, UMKM, kuliner, hingga seni pertunjukan Banyumas.
Harapannya, festival ini bisa digelar konsisten setiap tahun dan terus bertambah meriah. Dengan begitu keberadaannya makin dirasakan kebermanfaatannya terutama bagi pelaku ekonomi mikro.
Berjalan Meriah
Kepala Desa Cikakak, Akim, mengatakan, festival Rewanda Boejana pada tahun 2024 ini berjalan meriah. Tampak pula antusiasme pengunjung yang memadati lokasi festival. Mereka tak hanya datang dari daerah Banyumas, melainkan banyak pula yang datang dari luar Banyumas.
“Sebagai desa wisata, harus punya atraksi wisata yang mampu menarik wisatawan. Tak hanya wisatawan lokal, namun juga mancanegara,” kata Akim dikutip dari Liputan6.com.
Dikutip dari Jatengprov.go.id, pengunjung yang datang ke lokasi festival dilarang untuk mengoperasikan drone maupun peralatan sejenisnya terutama saat pengambilan gambar memberi makan kera. Hal ini dikarenakan alat tersebut membuat kera enggan mendekat karena takut.