Ubah Kulit Sapi Jadi Produk Kerajinan Bernilai Cuan Tinggi, Ini Kisah di Balik Kesuksesan Tio Handicraft Tembus Pasar Internasional
Dengan teknik ecoprint dan lukis bakar, produk Tas Kulit Tio Handicraft memiliki keunikan tersendiri yang menarik pasar dalam dan luar negeri.

Pada 2016, Eka Dewi (50) memulai usahanya dengan bahan alami seperti eceng gondok dan tali rami. Berkat dorongan dari sang suami yang berkecimpung di industri kulit, ia pun mulai mengolah kulit yang lebih awet dan kaya karakter.
Keunikan Tio Handicraft terletak pada teknik ecoprint dengan pewarna alami serta lukis bakar menggunakan solder panas. Meski menghadapi persaingan dari produk kulit berkualitas rendah, Eka tetap mengutamakan kualitas dan menargetkan pasar yang menghargai keunikan karyanya.
Selain berjualan, Eka juga mengedukasi pelanggan tentang proses kreatifnya. Hal ini sekaligus membangun hubungan lebih dari sekadar transaksi. Berkat ketekunannya dalam berkarya, kini produknya sudah dikenal sampai Belanda, Jepang Brunei dan Malaysia.
Dengan komitmen tinggi, Eka membuktikan bahwa bisnis berbasis hobi dapat berkembang, memberdayakan masyarakat dan membawa karya lokal ke pasar global. Kini Eka sudah memiliki aneka produk yang diproduksi menggunakan kulit seperti tas, dompet, gantungan, koper hingga sepatu.
Produk-produk kulit yang dijual di Tio Handicraft harganya berkisar dari Rp50 ribu sampai Rp2,5 juta. Sedangkan untuk tas custom dibanderol sebesar Rp5 juta menyesuaikan gambar yang diinginkan.
“Saya senang dengan nuansa alam yang handmade, jadi menikmati semuanya,” ujar Eka Dewi ketika ditemui di rumah sekaligus toko Tas Kulit Tio Handicraft pada Kamis (27/2/2025).
Cerita di Balik Berdirinya Tas Kulit Tio Handicraft

Sebelum dikenal sebagai produsen kerajinan kulit berkualitas tinggi, Tio Handicraft mengawali perjalanannya dengan bahan-bahan alami seperti eceng gondok dan tali rami.
“Awalnya saya tidak menggunakan kulit, tetapi lebih ke bahan alami yang ringan dan unik,” cerita perempuan lulusan pariwisata kepada meredeka.com.
Seiring berjalannya waktu, Eka melihat peluang besar dalam penggunaan kulit yang lebih tahan lama dan tetap bisa dikombinasikan dengan nuansa alam. Kebetulan, suaminya memiliki keahlian dalam bidang kulit, sehingga ia pun mulai belajar teknik-teknik pengolahan kulit.
Perjalanan belajar mengolah kulit tidaklah mudah. Eka harus memahami berbagai jenis kulit, seperti domba, kambing, dan sapi, yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda dalam pewarnaan dan pengerjaan.
“Kulit sapi lebih cocok untuk sepatu karena lebih tebal, sementara domba lebih lembut dan cocok digunakan untuk dompet,” jelasnya.
Pembuatan produk berbahan kulit ini tetap mempertahankan unsur handmade. Salah satu teknik khas yang digunakan adalah teknik lukis bakar, di mana motif pada kulit dibuat dengan solder setelah terlebih dahulu dipindai menggunakan pena khusus.
“Tidak ada cat, semua alami,” kata ibu dua anak ini.
Kesabaran dalam mengolah bahan dan eksplorasi teknik menjadi kunci keberhasilan Eka dalam menciptakan produk yang unik dan memiliki nilai seni tinggi.
Pertahankan Kualitas di Tengah Persaingan Kulit Imitasi

Di industri kerajinan kulit, persaingan harga sering kali menjadi tantangan. Banyak pelaku usaha lain yang menawarkan produk dengan harga lebih murah, tetapi kualitas kulit lebih rendah. Namun, Eka tetap berpegang teguh pada prinsip kualitas.
“Kalau mau ngejar untung, bisa saja pakai kulit grade bawah, tapi hasilnya kasar dan kaku. Saya tidak takut dengan persaingan, karena desain dan proses pewarnaan kami beda,” tegasnya.
Ia pernah menghadapi pelanggan yang membandingkan produknya dengan barang yang lebih murah. Namun, setelah pelanggan tersebut melihat sendiri perbedaan proses dan kualitas produk Tio Handicraft, mereka akhirnya memahami nilai lebih yang ditawarkan.
Sebagai strategi pemasaran, Eka juga memiliki showroom sendiri agar dapat langsung menjelaskan keunggulan produknya kepada pelanggan. Selain menjual produknya di showroom, Eka juga menjualnya langsung di rumahnya yang terletak di Jalan Patih Singoranu No. 75, Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
“Pelanggan yang sudah paham kualitas pasti menghargai hasil karya kami,” katanya.
Peningkatan kesadaran konsumen terhadap pentingnya produk berkualitas tinggi dan proses handmade yang autentik menjadi salah satu alasan mengapa Tio Handicraft tetap bertahan dan terus berkembang.
Teknik Pewarnaan Alami Jadi Ciri Khas

Salah satu keunikan utama produk Tio Handicraft adalah penggunaan teknik ecoprint, yaitu metode pewarnaan alami menggunakan daun dan bahan organik lainnya. Teknik ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menghasilkan motif yang unik di setiap produk.
“Tidak ada yang seragam, setiap lembar ecoprint punya karakter berbeda,” jelas Eka.
Prosesnya pun cukup panjang, mulai dari pemilihan daun, pencelupan dengan pewarna alami, hingga fiksasi warna agar tahan lama. Pewarnaan dengan ecoprint tidak hanya diterapkan pada kulit, tetapi juga pada kain yang kemudian dijadikan pakaian atau aksesori lainnya.
Eka bahkan memastikan tidak ada limbah yang terbuang dari proses produksi, dengan memanfaatkan potongan kain atau kulit menjadi produk kecil seperti gantungan kunci. Banyak pelanggan yang awalnya belum mengenal ecoprint akhirnya tertarik setelah mendapat edukasi dari tim Tio Handicraft.
“Ada yang awalnya tidak tahu, tapi setelah kami jelaskan, mereka langsung membeli tanpa menawar,” cerita Eka antusias.
Berdayakan Masyarakat dan Ekspansi Pasar Internasional

Selain fokus pada produk berkualitas, Tio Handicraft juga berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat sekitar. Banyak ibu-ibu di Bantul dan Wonogiri yang dilibatkan dalam proses merajut dan menganyam, sehingga mereka mendapatkan penghasilan tambahan dari rumah. Kini, total tenaga kerja yang diberdayakan Tio Handicraft mencapai lebih dari 10 orang.
“Saya ajarkan mereka cara merajut dan menganyam. Ada juga yang awalnya hanya ikut workshop, lalu sekarang bekerja untuk kami,” ujar Eka.
Selain mengajarkan para tenaga kerja, Eka juga berkesempatan menjadi pembicara di acara pelatihan yang diadakan oleh dinas dan Bank Indonesia. Berkat pengalamannya, Eka juga kerap diajak menjadi narasumber hingga luar Pulau Jawa dan dipercaya untuk mengajar.
“Kalau saya juga melatih di berbagai kesempatan workshop. Kalau untuk pelatihan kita juga sering malakukan pelatihan bersama,” cerita Eka bangga.
Dari segi pemasaran, Tio Handicraft tidak hanya menjangkau pasar lokal seperti Jakarta dan Palembang, tetapi juga sudah melakukan ekspor ke berbagai negara, termasuk Malaysia, Brunei, Jepang, dan Belanda.
Pelanggan internasional tertarik karena produk yang dibuat benar-benar handmade dan memiliki karakter unik yang tidak ditemukan di tempat lain. Bahkan, ada pelanggan luar negeri yang meminta desain tertentu dengan motif daun yang tidak terlalu menyerupai bentuk aslinya.
Dengan strategi bisnis berbasis kualitas, keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat, Tio Handicraft membuktikan bahwa produk lokal Indonesia mampu bersaing di pasar global.
Pelanggan Berasal dari Online, Pameran hingga Datang Langsung ke Rumah

UMKM yang mengusung konsep handmade ini sukses menarik perhatian pasar dalam dan luar negeri. Tio Handicraft terus menarik pelanggan dari berbagai jalur pemasaran. Mulai dari pameran, online hingga kunjungan langsung ke studio.
Dengan mengandalkan media sosial seperti Instagram dan marketplace lainnya, membuat produk-produk Tio Handicraft semakin dikenal luas. Menurut Eka, mayoritas pelanggan baru mengetahui produk Tio Handicraft dari Instagram. Selain itu, acara pameran menjadi momen yang paling dinantikan oleh pengunjung.
Selain dari media sosial dan pameran, ada juga pelanggan yang datang langsung ke studio, terutama saat libur Lebaran atau musim libur panjang. Dengan berbagai cara tersebut, Tio Handicraft berhasil menjaga eksistensinya dan terus berkembang.
Tak heran jika omzet yang didapat Tio Handicraft selalu mengalami peningkatan. Omzet yang diperoleh mulai dari Rp15 juta hingga Rp50 juta setiap bulannya.
Melayani Pelanggan Bak Keluarga
Tio Handicraft tidak hanya sebatas menjual produk tas-tas kulitnya, namun Eka juga membangun hubungan erat dengan pelanggan. Eka menganggap bahwa pembeli seperti keluarga dan bukan sekadar sebatas melakukan transaksi jual beli.
“Saya sengaja menerima pelanggan di rumah yang bisa sekaligus digunakan untuk istirahat. Saya senang menganggap pembeli seperti keluarga, bagaimana caranya mempererat hubungan silaturahmi seperti saudara, tidak hanya menilai dengan uang. Itu yang jadi prinsip saya,” ungkap Eka.
Pendekatan ini membuat pelanggan merasa lebih nyaman dan loyal terhadap produk Tio Handicraft. Dengan hubungan yang lebih erat, pelanggan tidak hanya kembali untuk membeli, tetapi juga merekomendasikan produk ke orang lain.
Pesanan Ritel dan Grosir Jadi Strategi Bisnis yang Ampuh
Salah satu kunci keberhasilan Tio Handicraft adalah kemampuannya dalam menyeimbangkan pesanan ritel dan grosir. Eka menyadari bahwa untuk bertahan dalam industri ini, mereka harus fleksibel dan melayani berbagai pesanan.
“Terkadang kita harus berkomitmen. Pesanan ritel kita terima,pesanan besar juga kita terima. Alhamdulillah kita mampu memenuhi semuanya,” cerita Eka.
Dengan strategi ini, Tio Handicraft dapat tetap menjangkau pelanggan setia yang membeli dalam jumlah kecil sekaligus menangani pesanan skala besar. Hal ini juga memungkinkan bisnis untuk memiliki arus kas yang stabil dan tidak bergantung pada satu jenis pelanggan saja.
Rumah BUMN BRI Dukung UMKM Lokal Makin Naik Kelas

Bagi pelaku UMKM, mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan produk ke ajang pameran berskala besar merupakan peluang yang sangat berharga. Melalui Rumah BUMN BRI Yogyakarta (RuBY), Tio Handicraft berhasil lolos kurasi dan ikut serta dalam ajang BRI UMKM EXPO(RT) BRILianpreneur 2025 pada 30 Januari – 2 Februari 2025 lalu di ICE BSD, Tangerang.
Perjalanan Eka menuju BRI UMKM EXPO(RT) BRILianpreneur 2025 dimulai dengan keputusannya untuk bergabung dengan Rumah BUMN Yogyakarta pada 2024. Sejak itu, Eka aktif mengikuti informasi dari Rumah BUMN melalui media sosial dan grup UMKM. Kesempatan untuk menjadi bagian dari program ini datang ketika ia menemukan link pendaftaran yang dibagikan oleh pihak RuBY.
Setelah melewati proses kurasi, Eka akhirnya dinyatakan lolos untuk mengikuti pameran BRI UMKM EXPO(RT) BRILianpreneur 2025. RuBY selalu memberi tahu kepada pelaku UMKM jika ada pameran. Harapannya bukan hanya penjualan yang dinaikkan, tapi bagaimana bisa menaikan brand awerness agar orang orang tahu produknya.
“Keunggulan lainnya dari mengikuti BRI UMKM EXPO(RT) BRILianpreneur bisa makin dikenal karena acara BRILianpreneur ada buyer dari luar negeri juga,” kata Bagaskara Priyambodo selaku Koordinator Rumah BUMN Yogyakarta pada Rabu (12/3/2025).
Bagi Eka, Bank BRI bukan sekadar bank tempat ia melakukan transaksi keuangan, tetapi juga mitra yang membantu mengembangkan usahanya ke tingkat yang lebih tinggi. Dari pelatihan, pameran, hingga edukasi ekspor, semuanya memberikan wawasan baru dan peluang yang lebih besar bagi pertumbuhan bisnisnya.
Dengan pengalaman yang didapat dari BRI UMKM EXPO(RT) BRILianpreneur 2025, Eka semakin optimis untuk mengembangkan Tio Handicraft lebih luas lagi, baik di dalam maupun luar negeri. Ia pun berharap dapat terus berkolaborasi dengan Bank BRI dan mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk membawa produknya ke pasar global.