Sejumlah kepala dinas tetap memaksa sekolah pakai kurikulum 2013
Langkah ini tidak fair dan dinilai menekan pihak sekolah yang tidak siap.
Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia, mendapatkan informasi dan laporan dari sejumlah guru dan kepala sekolah SMP di beberapa daerah. Ada upaya pemaksaan terhadap penerapan Kurikulum 2013 (K13).
Paksaan tersebut dilakukan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) setempat agar sekolah-sekolah di bawah otoritasnya tetap menerapkan K13. Hal ini dilakukan meski Kadisdik mengetahui tidak semua sekolah layak menerapkan kurikulum tersebut.
Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, menjelaskan, modus yang sering digunakan adalah dengan mengumpulkan para kepala sekolah (rata-rata pada akhir Desember 2014), yang dikemas dalam bentuk semacam pengarahan akan pentingnya penerapan K13.
"Dengan begitu, pada akhirnya, para kepala sekolah di wilayah tersebut merasa takut untuk tidak mengajukan penerapan K13," kata Budi.
Praktik semacam itu, menurut Budi, cenderung sebagai upaya pemaksaan dari Kadisdik untuk menerapkan K13 di lingkungannya. Langkah tersebut dinilai tidak fair dan tidak sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Anies Baswedan No: 179342/MPK/KR/2014 tertanggal 5 Desember 2014 yang pada butir pertama tercetak jelas bahwa bagi sekolah-sekolah yang baru menerapkan K13 selama satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015, maka sekolah-sekolah tersebut supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006.
Menteri Anies Baswedan juga pernah menegaskan bahwa pengecualian tetap dimungkinkan bagi sekolah-sekolah tertentu untuk menerapkan K13 hanya setelah diverifikasi oleh kementerian untuk dinilai kelayakan dan kemampuannya, baik dari sisi kesiapan guru, buku cetak atau sarana dan prasarana lainnya.
"Jadi, penerapan K13 berbasis pada kapasitas dan kelayakan masing-masing sekolah," jelas salah satu pimpinan Ombudsman RI itu.