Sidang Gugatan Pangkat Jenderal Kehormatan, Jokowi Mangkir dan Prabowo Pilih Hadiri Penghargaan dari Polri
Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 186/G/2024/PTUN.JKT.
Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 186/G/2024/PTUN.JKT.
- Tim Hukum Prabowo-Gibran Nilai Pemanggilan 4 Menteri Jokowi jadi Saksi Sengketa Pilpres Tak Perlu
- Usai Dianugerahi Jenderal Bintang 4, Prabowo Syukuran dan Sungkem ke Sukartini Djojohadikusumo
- Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan Prabowo
- Ganjar dan Mahfud Tebak Pilihan Jokowi: Ya Putranya kan Ada di Sana, Pasti ke Sana
Sidang Gugatan Pangkat Jenderal Kehormatan, Jokowi Mangkir dan Prabowo Pilih Hadiri Penghargaan dari Polri
Sejumlah Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengkritik Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus presiden terpilih, Prabowo Subianto, karena mangkir sidang digelar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (20/6).
Prabowo selaku tergugat mangkir persidangan gugatan pangkat jenderal bintang empat kehormatan yang diterimanya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 186/G/2024/PTUN.JKT. Pihak penggugat, yakni KontraS, Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), serta keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998.
Alasan Mangkir Persidangan
"Dalam persidangan, tergugat dianggap tidak hadir karena belum melengkapi administrasi Surat Kuasa Khusus. Selain itu, Prabowo Subianto sebagai pihak lain yang berkepentingan tidak hadir tanpa alasan yang sah meski telah dipanggil secara patut,” kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/6).
KontraS selaku salah satu pihak penggugat mengkritik Prabowo yang mangkir persidangan dan malah menghadiri penyematan tanda kehormatan Bintang Bhayangkara Utama dari Polri. Padahal dalam agenda persidangan minggu lalu, majelis hakim telah memerintahkan panitera pengganti memanggil Prabowo selaku tergugat menghadiri sidang.
KonstraS pun mengkritik pemberian Bintang Bhayangkara Utama kepada Prabowo yang merupakan penghargaan tertinggi dari Polri. Penghargaan Bintang Bhayangkara Utama itu setara dengan Bintang Yudha Dharma dan Bintang Kartika Eka Paksi Utama.
KontraS menilai penyematan tanda kehormatan kepada Prabowo oleh Polri tidak memperlihatkan dasar, indikator, tolak ukur yang jelas bagaimana jasa terhadap institusi Korps Bhayangkara. Penghargaan dari Polri itu sama dengan pemberian pangkat jenderal kehormatan yang digugat KontraS ke PTUN.
"Belum tuntas mempertanggungjawabkan akuntabilitas terkait pangkat Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat, Presiden beserta jajaran kembali mempertontonkan akrobat politik pemberian ‘hadiah-hadiah’ tak terduga kepada Prabowo Subianto tanpa alasan dan dasar yang jelas,” ujar Jane.
Penghargaan Jenderal Kehormatan Dikritik
KontraS menilai penghargaan bintang kehormatan menjadi ajang transaksi politik setelah Prabowo dipasangkan dengan Gibran Rakabuming Raka selaku anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilu 2024.
"Khawatir ini hanya menjadi ajang transaksi elektoral yang dilakukan oleh Presiden terhadap Prabowo Subianto dengan memunculkan wajah suram politik impunitas di Indonesia," kata Jane.
Oleh sebab itu, KontraS mengingatkan gugatan ini menjadi alarm pengingat bahwa Negara tidak boleh secara semena-mena dan sepihak memberikan gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan tanpa alasan yang jelas.
"Dengan demikian, Pengadilan Tata Usaha Negara memainkan peran sentral untuk menjaga demokrasi memastikan bahwa pemerintah menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum dan tidak sewenang-wenang demi tegaknya hukum, demokrasi, dan keadilan di bumi pertiwi,” beber Jane.
Majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan. Selain Prabowo, pihak Jokowi selaku tergugat juga tidak hadir dalam persidangan tersebut.
"Presiden belum memberikan kuasa kepada pihak jaksa pengacara negara," kata Jane.
Jane menjelaskan bahwa majelis hakim PTUN pada persidangan tanggal 12 Juni 2024 telah memanggil Prabowo. Pemanggilan itu sesuai dengan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
"Prabowo Subianto merupakan salah satu pihak yang memiliki kepentingan terkait sengketa ini," ujar Jane.
Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 186/G/2024/PTUN.JKT. Pihak penggugat, yakni KontraS, Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), serta keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998. Objek gugatan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/Tahun 2024.
"Prabowo Subianto dipanggil hari ini sebetulnya untuk dimintai keterangan terkait dengan pengaruh dia atau pun kepentingan dia terhadap objek gugatan ini ke depannya. Karena jika gugatan ini dikabulkan oleh majelis hakim, tentu pangkat Prabowo Subianto itu akan dicabut atau dinyatakan tidak sah," ujar Jane.
Sementara itu, terkait landasan menggugat, Jane menjelaskan bahwa Keppres pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
“(Undang-undang) itu tidak mengatur tentang pemberian pangkat kehormatan berupa jenderal bintang empat,” ucap Jane.
Di samping itu, pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo yang merupakan seorang purnawirawan juga dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“Karena di dalam Undang-Undang TNI maupun peraturan administrasi prajurit itu hanya memberikan pangkat kepada seseorang yang masih dinyatakan sebagai prajurit aktif atau setidaknya satu bulan maupun tiga bulan sebelum pensiun,” tandas Jane.