STIP pecat lima mahasiswa aniaya adik kelas
Kelimanya terbukti menampar dan memukul Daniel. Dua lagi hanya diskors selama satu tahun.
Lima mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta Utara, dikeluarkan karena terbukti melakukan penganiayaan terhadap adik kelas mereka, yakni Daniel Roberto Tampubolon (22). Keputusan itu disampaikan langsung oleh pimpinan lembaga itu.
"Lima sudah dipecat, sedangkan dua lainnya diskorsing selama satu tahun," ujar Ketua STIP Marunda Capt. Arifin Sunardjo saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/4).
Menurut Arifin, lima orang siswa dikeluarkan yaitu PS, MM, ISS, R, dan HP. Menurut dia, mereka terbukti melakukan pemukulan, penamparan, dan tindak penganiayaan lain. Sedangkan dua orang diskorsing yaitu K dan AW. Mereka tidak terbukti memukul, tapi menyuruh korban untuk push up dan memaksa korban memakan saus sambal.
Sebelumnya pihak sekolah telah membawa tujuh pelaku ke sidang kehormatan dan ketika ditanya mereka mengaku melakukan penganiayaan tersebut.
"Di peraturan juga tertulis apabila (terbukti) memukul serta menampar dua kali maka dapat dikeluarkan," kata Arifin.
Arifin mengatakan, kejadian bermula saat korban dan kelima pelaku sama-sama orang Batak terlibat dalam adu mulut yang kemudian berakhir ke tindak penganiayaan.
Berdasarkan laporan Nomor LP/066/K/IV/2015 diterima Polsek Cilincing pada Rabu (8/4), ibu Daniel melaporkan putranya telah dianiaya oleh tujuh seniornya di STIP, hingga berakibat korban dirawat di RS Pelabuhan, Jakarta Utara.
"Pelaku diduga ada tujuh mahasiswa senior yang melakukan tindakan pemukulan dengan tangan kosong, penganiayaan dengan menggunakan sapu pel dan palu, serta memaksa korban meminum air cabe," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martinus Sitompul.
Hingga kini korban masih dirawat di RS Pelabuhan karena menderita pusing, sesak napas, mual, dan sakit pada ulu hati.
Penyidik, menurut Martinus, telah memeriksa lima saksi dan masih terus mendalami kasus ini dengan mengumpulkan keterangan para saksi, serta berkoordinasi dengan pihak sekolah.
"Sampai saat ini sekolah cukup kooperatif, kita akan minta video rekaman CCTV untuk mengetahui kejadiannya di mana, pukul berapa, siapa saja pelakunya dan benda-benda yang digunakan agar sesuai antara keterangan saksi dengan video CCTV," ujar Martinus.