Suap Akil Mochtar, Bupati non-aktif Buton Samsu Umar divonis 3 tahun 9 bulan bui
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga mencantumkan hal-hal yang memberatkan, di antaranya tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, tidak terus terang, dan tidak menyesali perbuatannya.
Bupati non-aktif Buton, Samsu Umar Samiun divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, dengan hukuman 3 tahun 9 bulan penjara. Samsu dinyatakan bersalah telah menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Buton.
"Menjatuhkan pidana penjara 3 tahun 9 bulan penjara, denda Rp 150 juta apabila tidak mampu membayar diganti pidana kurungan penjaga 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki, saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (27/9).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga mencantumkan hal-hal yang memberatkan, di antaranya tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, tidak terus terang, dan tidak menyesali perbuatannya.
"Terdakwa juga pernah dihukum dalam tindak pidana pemilu," katanya.
Sementara hal yang meringankan, Samsu berlaku sopan saat persidangan, dan masih memiliki tanggungan keluarga. Vonis majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Dalam tuntutan, Samsu dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.
Dia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 150 juta atau subsider 3 bulan kurungan penjara.
Dalam pertimbangannya, tuntutan yang memperberat Samsu karena selama persidangan dia tidak berterus terang, serta statusnya yang pernah dihukum terkait tindak pidana pemilu. Dia pernah kedapatan membagi-bagikan uang saat masa kampanye legislatif di Buton.
"Terdakwa juga tidak menyesali perbuatannya dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," kata jaksa.
Samsu dianggap terbukti memberikan uang sebesar Rp 1 miliar kepada Akil untuk memenangkan sengketa pilkada di MK. Pemberian uang itu terbukti pada bukti transfer rekening CV Ratu Samgat milik Akil, yang digunakan untuk menyamarkan transaksi sehingga seolah-olah ada pembelian batu bara antara keduanya.
"Padahal transaksi jual beli batu bara itu tidak pernah ada," ucap jaksa.
Perkara ini bermula ketika KPU Kabupaten Buton menetapkan pasangan nomor urut tiga Agus Feisal dan Yaudu Salam sebagai bupati dan wakil bupati Buton pada 2011. Atas penetapan tersebut, Samsu keberatan dan mengajukan permohonan ke MK hingga dilakukan pemungutan suara ulang.
Hasilnya Samsu bersama pasangannya memenangkan pilkada Kabupaten Buton. Ia pun kembali mengikuti pilkada Kabupaten Buton sebagai calon tunggal pada tahun 2017.