Tahanan Rutan Tangerang Meninggal Dunia Akibat Covid-19
Kasus yang menjerat terpidana memasuki banding.
Seorang tahanan Rutan Kelas I Kabupaten Tangerang, Arifin Widjaja alias Pepen meninggal dunia di RSPP Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (16/7). Pepen yang perkaranya masih dalam tahap banding di Pengadilan Tinggi Banten dirawat di rumah sakit sejak tanggal 7 Juli 2021 setelah dinyatakan positif Covid-19.
H. Onggowijaya selaku kuasa hukum menyesali apa yang terjadi oleh kliennya itu. Mengingat Pepen telah berusia lanjut ditahan dan akhirnya meninggal karena terpapar Covid-19 di dalam rutan.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
"Kami pernah meminta kepada Pengadilan dan Kejaksaan agar Pak Arifin dialihkan penahanannya menjadi tahanan kota atau tahanan rumah karena selain ia berusia lanjut 70 tahun, kami juga mengkhawatirkan Pak Arifin terpapar Covid-19 dan ternyata hal itu menjadi kenyataan," kata Onggowijaya dalam keterangan tertulis, Minggu (20/7).
Dia mengatakan, segala upaya meminta penangguhan maupun pengalihan tahanan dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan telah dilakukan.
"(Namun) Tidak dikabulkan padahal yang bersangkutan memiliki banyak riwayat penyakit lainnya" kata dia.
Kabag Humas dan Publikasi Ditjen Pas Rika Aprianti turut berduka cita atas kepergian Pepen. Ia menegaskan, kalau pihaknya terus berbenah dalam segala hal, termasuk menerapkan protokol kesehatan.
"Bisa dilihat konsentrasi penanganan Covid yang tentunya kita tetap melakukan pelayanan pembinaan terhadap narapidana dengan baik, selagi kita juga menangani Covid dan juga yang berkaitan dengan keamanan," katanya kepada merdeka.com.
Menurut, sejak Maret tahun lalu hingga kini warga binaan sama sekali tak diizinkan ditemui keluarganya. Namun, Ditjen PAS memberikan pelayanan dengan virtual guna menghindari terpapar Virus mematikan tersebut.
"Dari tahun kemarin tidak ada ada besukan, tidak ada temu keluarga tapi memang kita ganti fasilitas dengan video call dan itu gratis," kata Rika.
Seperti diketahui, kasus Pepen berawal dari transaksi tanah sekitar 53 ha di daerah Kohod Kabupaten Tangerang pada Februari 2017. Pembeli tanah yang bernama Hengki Lohanda membeli tanah tersebut dari Pepen dengan membayar DP 30 persen sekitar Rp11,9 miliar.
Pepen hanya 2 kali bertemu dengan Henki Lohanda yaitu pertama kali di Restoran Jakarta Barat untuk menyepakati harga transaksi Rp75 Ribu per meter persegi dan kedua kalinya saat penandatanganan PPJB di Kantor Notaris Martianis.
Sebelum transaksi, pembeli Hengki Lohanda melalui mediator bernama Syam mensyaratkan bahwa untuk pembayaran 30 persen dari harga transaksi harus ada Nomor NIB dari ke-22 bidang tanah tersebut, dan permasalahan timbul karena ternyata nomor yang tercantum dalam akta PPJB bukan nomor NIB tetapi adalah nomor urut hasil pencatatan peta bidang tanah yang diurus oleh Syam. Fakta persidangan terungkap bahwa Notaris pernah menawarkan agar untuk NIB diurus oleh Notaris, namun pembeli Hengki Lohanda menolak dan lebih memilih pengurusan NIB dilakukan oleh Syam.
Pepen mengaku sama sekali tidak tahu menahu soal NIB, ia juga mempercayakan kepada Syam sebagai mediator untuk mengurusnya bahkan telah mengeluarkan uang sebesar 250 juta untuk biaya pengukuran ulang tanah. Atas NIB inilah Pepen dituduh melakukan penipuan dan memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik.
"Perkara ini pertama kali dilaporkan Hengki Lohanda ke Polda Metro Jaya 5 April 2017 dan penyidikan telah dihentikan (SP3) berdasarkan putusan Praperadilan 2018, anehnya Pak Arifin dilaporkan lagi di tahun yang sama dengan obyek dan bukti yang sama, sehingga beliau terjerat kasus hukum ini dan meninggal dunia," ujar Onggowijaya.
(mdk/gil)