Tak disebut dalam vonis terdakwa e-KTP, status Setnov dikritisi
Dua terdakwa korupsi proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto telah divonis. Keduanya dianggap sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi terhadap proyek dengan nilai kontrak Rp 5,9 triliun. Namun, hakim tidak menyebut nama, termasuk Ketua DPR Setya Novanto, dibeberkan jaksa dalam dakwaan keduanya.
Dua terdakwa korupsi proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto telah divonis. Keduanya dianggap sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi terhadap proyek dengan nilai kontrak Rp 5,9 triliun. Namun, hakim tidak menyebut nama, termasuk Ketua DPR Setya Novanto, dibeberkan jaksa dalam dakwaan keduanya.
Hilangnya nama Novanto menjadi polemik. Keputusan ini sekaligus mempertanyakan keabsahan hukumnya. Dalam keterangannya, Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, menilai seharusnya Ketua Umum Partai Golkar tersebut tidak terlibat maupun memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan atau melakukan korporasi untuk melakukan kejahatan korupsi.
Kondisi itu, kata dia, sesuai pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk itu, dia mengaku bingung KPK menjadikan Novanto tersangka beberapa waktu lalu. "Itu dia itu kan, mentersangkakan Novanto pakai pasal apa," kata dia, Rabu (26/7).
Menurut dia, aliran dana dugaan korupsi e-KTP hanya mengalir kepada mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani, Ade Komaruddin dan Markus Nari. Nama Novanto dilihatnya tidak ikut menerima seperti didakwakan KPK.
"Tapi itu kan (dakwaan KPK) di kesampingkan oleh hakim. Hakim tidak yakin terhadap fakta yang hanya berasal dari surat dakwaan tersangka kasus e-KTP dalam persidangan sebelumnya," jelasnya.
Dia juga merasa sikap KPK selalu mengatakan akan membuktikan seseorang terlibat korupsi di pengadilan. "Bolak balik KPK mengatakan, tunggu dalam persidangan, tunggu putusan hakim. Faktanya untuk Novanto hakim tidak menyebut. Fakta dalam persidangan itu tidak memperlihatkan keterlibatan," terangnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengaku belum bisa menyikapi secara resmi pertimbangan majelis hakim dalam vonis dua terdakwa korupsi proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto. Dari sejumlah nama anggota DPR tercantum dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum, hanya ada tiga nama anggota DPR yang menjadi pertimbangan majelis hakim adanya pemberian uang.
"Sebenarnya sikap resmi KPK belum bisa kami sampaikan karena petikan dari putusan itu belum kita dapatkan," ujar Laode M Syarif.
KPK tidak menutup kemungkinan untuk membuktikan adanya anggota DPR lain menerima uang bancakan proyek e-KTP meski nama-nama mereka tidak tercantum di putusan majelis hakim. Apalagi, KPK berpedoman majelis hakim meyakini masih ada pihak lain selain tiga anggota DPR yang turut menikmati uang tersebut. Hanya saja disebutkan dengan penggunaan kata 'pihak-pihak'.
"Khusus karena ada disebut nama, ada yang tidak disebut tapi di sana (putusan majelis hakim) disebut pihak-pihak lain. Ya pihak-pihak lain tugas KPK untuk menjelaskan," tandasnya.