Tak mau disebut taksi gelap, Uber akan temui Dishub DKI
Perusahaan asal Amerika Serikat ini mengklaim menawarkan tarif bersaing dibanding taksi lokal.
Uber Technologies Inc menolak anggapan kalau mereka menjalankan usaha taksi gelap. Kalau benar pola bisnis mereka melanggar hukum, pastilah perusahaan mereka tak bisa membuka cabang di 170 kota seluruh dunia.
Prinsipnya, Uber tetaplah perusahaan transportasi multinasional, yang memakai pendekatan pemesanan unik lewat aplikasi ponsel Android, iOs, atau Windows Phone.
"Teknologi Uber justru menghubungkan konsumen kepada layanan antar jemput yang terjangkau, aman dan dapat diandalkan," kata Kepala Departemen Komunikasi Uber untuk Asia Tenggara dan Selatan Karun Arya dalam email kepada merdeka.com, Selasa (19/8).
Dalam wawancara khusus sebelumnya, Regional General Manager Uber untuk Asia Tenggara Michael Brown, mengatakan aplikasi disebut Uber Black ini mudah diunduh dan digunakan. Setelah terdaftar di server pusat Uber, maka konsumen tinggal menyebutkan area penjemputan, dan mobil dari rekanan mereka akan segera menjemput kurang dari 10 menit.
Perusahaan asal Amerika Serikat ini mengklaim menawarkan tarif bersaing dibanding taksi lokal, walau mobil yang mereka sediakan terhitung mewah contohnya Toyota Alphard atau Mercedes Benz C Class. Tarif buka pintu awal Rp 7.000, dan penumpang membayar Rp 2.580 per kilometer. Minimum pembayaran Rp 30.000.
Di luar itu, Arun mengakui sistem bisnis mereka tidak konvensional. Kalau memang Dishub mengaku pernah mengundang mereka, maka tim Uber akan menemui pemerintah. Ini supaya tidak ada kesalahpahaman antara kedua pihak.
"Secepatnya kami akan menggelar diskusi konstruktif bersama pemerintah maupun pemangku kepentingan lain, tentang apa yang membuat teknologi kami dapat memberi nilai tambah kepada konsumen maupun pengemudi di Indonesia," tandasnya.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta kemarin mengaku tidak senang dengan kehadiran layanan Uber di wilayahnya. Produk antar jemput itu disamakan dengan taksi bodong. "Saya sudah tahu tentang Uber dan itu termasuk taksi gelap," kata Kadishub DKI M. Akbar, Senin (18/8).
Menurut Akbar, Uber harusnya masuk transportasi karena ada transaksi pembayaran. Setelah naik lalu dibayar. Tapi Uber tak memenuhi syarat sebagai transportasi umum di DKI.
"Dia pakai pelat hitam. Harusnya kan pelat kuning. Kalau dia mau legal, harus dapat izin angkutan umum dulu," tandasnya.
Dishub mengaku sudah mengundang manajemen Uber untuk membicarakan proses izin operasional sejak Juli lalu. "Tapi mereka enggak datang, enggak tahu kenapa mereka tidak datang," imbuh Akbar.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menolak operasional layanan antar jemput Uber bila tak mengikuti aturan Pemprov DKI. Pengecualian diberikan, asal Uber mengurus izin operasi taksi sehingga dapat dikenai pajak.
"Kita setuju, ini ide bagus ya, suatu ide bagus, pesen taksi seperti ini. Tapi kan perusahaan mesti bayar pajak dong, kamu misal ambil untung enggak bayar pajak, terus dia pasti juga harus bayar lisensi ke luar negeri," kata Ahok di Balai Kota pagi tadi.