Tokoh Agama dan Budayawan: Tak Ada Arabisasi Wisata di Banyuwangi
"Arabisasi itu berarti menerapkan budaya Arab. Di Banyuwangi tidak ada seperti itu," ujarnya saat konferensi pers di Rumah Adat Suku Osing yang terletak di Pendopo Banyuwangi, Sabtu (29/6).
Segmentasi wisata halal yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi dengan mengembangkan pantai halal tourism beberapa tahun silam menjadi perbincangan cukup hangat di media sosial beberapa waktu terakhir. Ada tulisan yang menuding konsep itu sebagai bentuk "Arabisasi".
Tuduhan tersebut mendapat respons keras dari sejumlah tokoh lintas agama dan budayawan Banyuwangi yang menggelar pertemuan, Sabtu (29/6/2019).
-
Apa yang diserahkan oleh Presiden Jokowi di Banyuwangi? Total sertifikat tanah yang diserahkan mencapai 10.323 sertipikat dengan jumlah penerima sebanyak 8.633 kepala keluarga (KK).
-
Apa yang dibangun di Banyuwangi? Pabrik kereta api terbesar se-Asia Tenggara, PT Steadler INKA Indonesia (SII) di Banyuwangi mulai beroperasi.
-
Di mana Bandara Banyuwangi berlokasi? Bandara Banyuwangi menjadi bandara pertama di Indonesia yang berkonsep ramah lingkungan.
-
Bagaimana cara Banyuwangi memanfaatkan insentif tersebut? “Sesuai arahan Bapak Wakil Presiden, kami pergunakan insentif ini secara optimal untuk memperkuat program dan strategi penghapusan kemiskinan di daerah. Kami juga akan intensifkan sinergi dan kolaborasi antara pemkab dan dunia usaha. Dana ini juga akan kami optimalkan untuk kegiatan yang manfaatnya langsung diterima oleh masyarakat,” kata Ipuk.
-
Kenapa Banyuwangi mendapatkan insentif lagi? Ini merupakan kali kedua mereka mendapatkan insentif karena dinilai sukses menekan laju inflasi serta mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
-
Dimana insentif diserahkan kepada Banyuwangi? Insentif tersebut diserahkan langsung Menteri Keuangan, Sri Mulyani, kepada Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di Jakarta, Senin (6/11).
Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi KH Nur Khozin menyebut pengembangan pariwisata halal di Banyuwangi sama sekali jauh dari Arabisasi.
"Arabisasi itu berarti menerapkan budaya Arab. Di Banyuwangi tidak ada seperti itu," ujarnya saat konferensi pers di Rumah Adat Suku Osing yang terletak di Pendopo Banyuwangi, Sabtu (29/6).
©2019 Merdeka.com
Perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi I Komang Sudira mengatakan, pengembangan wisata dan kebudayaan di Banyuwangi telah berjalan dengan sangat baik dan menghargai keberagaman. Seni-budaya berbasis kearifan lokal Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) digelar rutin dan semarak.
"Sampai saat ini, tidak saya temukan upaya untuk memaksakan nilai-nilai agama tertentu yang dapat merusak keberagaman yang ada. Apalagi dalam hal kebudayaan dan kesenian," terangnya.
Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Banyuwangi Pendeta Anang Sugeng Sulistiyo mengatakan, kebudayaan dan kesenian yang berkembang dari suku Osing selama ini berlaku universal. Dia mencontohkan Tari Gandrung yang tak hanya ditarikan warga beragama tertentu. Anak-anak muda lintas agama juga menarikannya dalam berbagai festival seni yang ada di Banyuwangi.
©2019 Merdeka.com
"Semua agama bisa menarikannya. Baik muslim, Hindu, Kristen, Budha dan lainnya, semuanya bisa menarikannya. Jadi, tak ada pemaksaan sebagaimana yang dituduhkan dengan istilah arabisasi itu," tutur Pendeta Anang.
Sejumlah budayawan juga menolak tuduhan arabisasi terhadap pariwisata di Banyuwangi. Apalagi tuduhan tersebut hanya berdasarkan potongan informasi yang tak lengkap.
"Jika diamati, tuduhan miring yang disematkan kepada pariwisata Banyuwangi ini dilakukan oleh orang luar Banyuwangi. Yang saya yakin, dia tidak tahu benar dengan kenyataan yang ada," ungkap budayawan Banyuwangi Samsudin Adlawi.
©2019 Merdeka.com
Bahkan, tambah Samsudin, sejumlah foto dan narasi yang dibangun untuk melegitimasi tuduhan arabisasi itu hanya berdasarkan prasangka. "Menyebut suku Osing dan kebudayaannya itu sebagai Hindu adalah tuduhan yang buta sejarah dan tak faktual," tegas mantan ketua Dewan Kesenian Blambangan tersebut.
Samsudin meminta tak ada upaya memecah belah kerukunan di Banyuwangi. Dia menyebut tulisan yang menuding ada Arabisasi terhadap umat Hindu di Banyuwangi adalah upaya mengadu domba. "Tapi itu tidak akan berhasil karena semua orang mengetahui betapa keberagaman dan kearifan lokal di Banyuwangi ini dirawat dan dirayakan, bukan dihilangkan," ujarnya.
©2019 Merdeka.com
Pengembangan destinasi wisata halal, imbuh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, tak lebih dari strategi pemasaran saja. Pangsa pasar wisata halal di dunia terus mengalami kenaikan. Pasar inilah yang kini coba dibidik oleh Banyuwangi.
"Halal tourism selama ini terus meningkat trendnya. Bahkan, di negara-negara yang notabenenya orang muslim bukan mayoritas, wisata halalnya sangat maju. Sementara itu, kita yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, jauh tertinggal," ungkap Anas.
Ceruk pasar tersebut yang coba diambil oleh dunia wisata di Banyuwangi. Dengan branding halal tourism diharapkan mampu menarik peminat wisata halal ke ujung timur pulau Jawa ini.
©2019 Merdeka.com
"Banyuwangi sendiri, sebenarnya, wisatanya sudah memenuhi standarisasi halal tourism. Hampir semua wisata, ada tempat ibadahnya. Makanannya pun makanan halal. Jadi, halal tourism ini bukan soal arabisasi, tapi soal promosi dan segmentasi pasar sana. Urusan komersial untuk mendatangkan wisatawan, tidak lebih, dan jelas bukan Arabisasi," tegas Anas.
Pertemuan tersebut juga diikuti Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama, budayawan senior Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, serta sejumlah tokoh budaya lainnya seperti Taufiq Hidayat dan Budianto.
(mdk/paw)