Tolak Perppu Ormas, massa demonstran geruduk DPRD Solo
Para demonstran secara bergantian berorasi dengan pengeras suara di depan gedung Graha Paripurna. Sejumlah spanduk bernada kecaman terhadap munculnya Perppu pun dibentang
Ratusan anggota ormas Islam dari berbagai elemen yang tergabung dalam Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), menggeruduk gedung DPRD Kota Solo, Jalan Adi Sucipto, Karangasem, Laweyan, Senin (17/7). Mereka berorasi menolak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 yang diterbitkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Para demonstran secara bergantian berorasi dengan pengeras suara di depan gedung Graha Paripurna. Sejumlah spanduk bernada kecaman terhadap munculnya Perppu pun dibentangkan.
"Perppu ini jelas melanggar HAM, ini jelas rezim diktator. Perppu ini diterbitkan hanya untuk menggebuk organisasi-organisasi yang selama ini kritis dan tak sejalan dengan pemerintah," ujar salah satu peserta aksi saat berorasi.
Ketua DSKS Muinuddinillah Basri mengatakan, semua penerbitan Perppu harus mengacu pada ukuran obyektif penerbitan Perppu oleh Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam putusan MK No 138/PUU-VII/2009.
Berdasarkan putusan MK tersebut, ada tiga syarat sebagai parameter adanya 'kegentingan yang memaksa' bagi Presiden untuk menetapkan Perppu. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
"Selain itu dalam putusan MK tersebut UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai. Kekosongan hukum tersebut, lanjut dia, tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," katanya.
Terkait pembubaran ormas, Muin menilai harus melalui proses hukum di pengadilan. Sementara dalam Perppu ini, pembubaran ormas dilakukan pemerintah setelah adanya tahapan pemberitahuan surat peringatan (SP), kemudian penghentian kegiatan ormas dan pencabutan status badan hukum ormas sekaligus dinyatakan bubar (Pasal 62 dan 80A).
"Negara menjamin hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul dalam menyampaikan pendapat baik lisan, atau tulisan sebagaimana amanat dari UUD 1945 Pasal 28E dan UU HAM No 39 Tabun 1999 Pasal 24," tandasnya.
Lebih lanjut Muin mengungkapkan, Perppu ini memuat juga tentang pidana, yang tercantum dalam BAB XVIIA. Disebutkan bahwa anggota dan pengurus ormas melanggar Perppu ini bisa dipenjara serendah rendahnya 6 bulan dan setinggi-tingginya seumur hidup.
"Kami meminta Presiden Jokowi menunda pemberlakuan Perppu ini atau menghindari korban adanya pembubaran ormas yang kritis terhadap pemerintah. Kecuali terhadap ormas yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Kepada Ketua dan anggota DPR RI agar menolak Perppu menjadi undang-undang. Kami mengingatkan pemerintah bahwa penguasa menjalankan amanah rakyat akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah agar tidak memggunakan kewenangan untuk melakukan kezaliman," tandasnya.