Usai bertemu BPK, Pansus temukan kejanggalan laporan keuangan KPK
Tim Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus hak angket KPK) menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Dari laporan itu, Pansus menemukan masalah keuangan dalam KPK.
Tim Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus hak angket KPK) menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Dari laporan itu, Pansus menemukan masalah keuangan dalam KPK.
Ketua Pansus Hak Angket, Agun Ginanjar, menuturkan data diterima ini untuk melihat pertanggungjawaban KPK sejak didirikan selama 10 tahun, dari 2006 hingga 2016. Sehingga nantinya DPR bisa memantau KPK secara lebih detail lagi ke depannya.
"Pada 2015 dan 2016, ada temuan mengenai kesesuaian dengan sistem pengelolaan keuangan internal (SPI) dan juga ada yang terkait kepatuhan UU. Ternyata hal ada yang tidak patuh dan tidak sesuai SPI pada 2015 dan 2016," kata Agun di gedung BPK, Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (4/7).
Dia belum bisa membeberkan mengenai hasil kejanggalan pada laporan audit BPK tersebut. Selain itu, dirinya tidak ingin membicarakan mengenai berapa total pelanggaran dilakukan KPK berdasarkan hasil temuan yang dilakukan oleh BPK.
"Kita enggak bicara total pelanggaran berapa. Hanya 2015 ada yang tidak patuh dengan UU tidak sesuai standar prosedur operasional KPK," ucapnya.
LPH diserahkan langsung Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara. Itu setelah Pansus hak angket KPK menggelar pertemuan tertutup selama tiga jam di lantai 19 gedung BPK.
Agun Ginanjar menjelaskan tujuan mereka mendatangi BPK karena ingin melihat pertanggungjawaban KPK sejak didirikan selama 10 tahun, dari 2006 hingga 2016. "Kedatangan kami untuk meminta audit terhadap KPK sejak KPK berdiri, bagaimana kinerja penanganan keuangan dan lain sebagainya sampai pada kinerja bagaimana, konsekuensi keuangan negara terhadap tugas penyelidikan," jelasnya.
Adanya kejanggalan tersebut, nantinya Pansus Angket KPK akan menggali lebih dalam lagi mengenai hasil temuan BPK terhadap KPK. Nantinya Pansus Hak Angket akan mengklarifikasi dengan pihak KPK tentang kejanggalan tersebut.
Soal pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK kepada KPK pada 2016 lalu, tim Pansus Angket menilai bukan berarti tanpa kesalahan dalam pengelolaan anggaran. "Tidak berarti kalau WTP, bersih semua. Ada satu dua temuan yang tidak patuh dan itu kan audit BPK sifatnya administratif," terangnya.
Sementara itu, Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya menghormati kunjungan Pansus hak angket KPK ke BPK. Dia meyakini BPK selaku lembaga audit nasional bersikap profesional. Dia mengaku belum mengetahui hasil pertemuan tersebut.
"Kita menghargai audit yang dilakukan BPK. Sebagai lembaga negara, KPK menghormati kewenangan konstitusional BPK," kata Febri.
Mantan aktivis Indonesian Corruption Watch itu juga menjelaskan proses penyadapan yang dilakukan KPK selama ini sudah sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan hal rekaman tersebut secara sah menjadi alat bukti untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini juga sempat disoroti Pansus hak angket setelah melihat data audit BPK terhadap KPK tahun 2006 sampai 2016. Pada data tersebut Pansus menemukan ada dua poin yang dianggap menyimpang yakni Sumber Daya Manusia dan penyadapan.
Menanggapi sorotan dari Pansus perihal dua poin tersebut, Febri mengatakan pihaknya terbuka atas segala rekomendasi dari BPK sepanjang hal tersebut sesuai dengan kewenangan. "Apabila memang ada temuan atau rekomendasi tertentu dari BPK tentu akan kami tindaklanjuti sepanjang itu sesuai kewenangan," terangnya.