Wacana full day school harus berbasis data agar tak bikin resah
setiap sekolah dan daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda.
Salah seorang pegiat pendidikan Karina Adistiana mengatakan, wacana full day school harus diutarakan dengan data. Sehingga jangan diadukan menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat dan tidak menimbulkan keresahan di berbagai kalangan, terutama siswa, guru, dan orangtua.
"Pendidikan harusnya bicara dengan data, kan (Mendikbud Muhadjir Effendy) mantan rektor kan. Harusnya baca dengan ilmiah, jangan tiba-tiba ada wacana full day school, didik dengan keras. Ini mana datanya jangan tiba-tiba ada kata ini," ujarnya di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (18/8).
Menurutnya, wacana tersebut ibarat membuat skripsi. Di mana akan dimulai dari bab I dan seterusnya hingga penutupan. "Kita harus ada bab I, II, II dan seterusnya. Data itu penting belajar paradigma itu penting," tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, setiap sekolah dan daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda sehingga sistem ini harus disesuaikan.
"Pak menteri mungkin pendidikan itu adalah sekolah. Kalau menurut Ki Hajar Dewantara ada masyarakat dan orangtua juga. Ada daerah-daerah punya kebiasaan, kumpul bersama mewariskan adat kebudayaan,dari tua sampai muda. Kalau pak menteri buat pengajian, di masyarakat sudah ada dan punya nilai-nilai yang diturunkan," imbuh Karina.
Selain itu, wacana mendidik anak dengan keras menurut Karina mempunyai arti yang berbeda-beda setiap daerah. Sehingga arti tersebut harus dijelaskan secara detail.
"Kemudian bagaimana degan daerah-daerah. Ada yang bilang kami harus dipukul keras-keras, kalau enggak akan lawan. Menteri bilang harus didik dengan keras, kata keras itu berbeda artinya di setiap wilayah," pungkasnya.