Kekerasan Anak di Lingkup Pendidikan Kian Marak, Salah Siapa?
Dari laporan 141 kasus yang diterima KPAI, 35 persen di antaranya terjadi pada satuan pendidikan
Data pengaduan yang dilaporkan ke KPAI pada awal 2024 tercatat sudah mencapai 141 kasus
-
Siapa yang menjadi pelaku bullying? Anak-anak yang terlibat dalam tindakan bullying biasanya cenderung menjauh dari teman-teman yang positif dan lebih memilih untuk bergaul dengan individu yang memiliki perilaku serupa.
-
Siapa yang punya pengaruh terhadap anak pelaku bullying? Anak yang cenderung berteman dengan teman-teman yang juga menunjukkan perilaku negatif, seperti suka berkelahi atau mengejek orang lain, lebih berisiko menjadi pelaku bullying.
-
Siapa saja yang terdampak bullying? Perilaku bullying tak hanya berdampak pada korban, tetapi juga pelaku.
-
Bagaimana anak menjadi pelaku bullying? Anak-anak yang cenderung melakukan bullying sering kali merasa senang atau puas ketika berhasil membuat orang lain merasa tidak nyaman atau takut.
-
Kenapa bullying di sekolah berbahaya? Bullying di sekolah dapat memiliki berbagai dampak negatif yang serius, baik bagi korban maupun pelaku.
-
Kenapa anak menjadi pelaku bullying? Mereka yang sering terlibat dalam perilaku ini mungkin memiliki masalah emosional atau sosial yang mendasari tindakan mereka.
Kekerasan Anak di Lingkup Pendidikan Kian Marak, Salah Siapa?
Kekerasan antar pelajar belakangan marak terjadi. Bahkan mereka tak lagi sungkan melakukannya di lingkungan pendidikan seperti sekolah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan maraknya kekerasan terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan karena lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya kelompok pertemanan yang berpengaruh negatif.
"Kekerasan pada anak di satuan pendidikan cenderung dilakukan secara berkelompok akibat lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya circle yang berpengaruh negatif," kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono saat dihubungi di Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Senin (11/3).
KPAI menilai segala bentuk kekerasan anak pada satuan pendidikan mengakibatkan kesakitan fisik/psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian. Bahkan lebih ekstrem, anak memilih mengakhiri hidupnya.
Data pengaduan yang dilaporkan ke KPAI pada awal 2024 tercatat sudah mencapai 141 kasus, yang 35 persen di antaranya terjadi pada satuan pendidikan.
Kemudian terdapat 46 kasus anak mengakhiri hidup, yang 48 persen di antaranya terjadi pada satuan pendidikan atau anak korban masih memakai seragam sekolah.
"Hal ini harus disikapi secara serius, dengan bergerak serentak akhiri kekerasan pada satuan pendidikan. Upaya keras, masif, terstruktur, aksi nyata, serta terukur dalam pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan wajib dilakukan," kata Aris.
Menurut dia, satuan pendidikan harus menyadari mereka memiliki tugas dan fungsi perlindungan anak, selain tugas layanan pembelajaran.
"Kegiatan belajar mengajar akan mencapai output mutu dan kualitas unggul, jika didukung lingkungan yang aman, nyaman, ramah, serta menyenangkan," kata Aris Adi Leksono.