Yayasan Supersemar Soeharto, dulu tolong pelajar kini didenda Rp 4 T
Awalnya, yayasan ini didirikan untuk membantu siswa tak mampu. Tapi dalam perkembangannya mulai melenceng.
Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan peninjauan kembali dari Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya, serta Yayasan Beasiswa Supersemar. Dalam putusannya, MA memperbaiki kesalahan ketik yang terdapat dalam salinan putusan kasasi.
Kasus ini awalnya diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di mana Majelis Hakim mengabulkan gugatan terhadap Yayasan Supersemar. Atas putusan ini, maka seluruh tergugat wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 4,389 triliun.
Yayasan Supersemar sangat populer untuk mahasiswa di era 80 dan 90an. Yayasan ini banyak membantu para mahasiswa yang kekurangan biaya untuk mendapatkan beasiswa.
Bagaimana awal mula Soeharto bisa berpikir untuk mendirikan yayasan ini?
Akhir tahun 1960an, banyak anak-anak TNI yang jadi yatim karena ayahnya gugur dalam perang di Papua dan Kalimantan. Maka Soeharto yang saat itu menjadi Panglima Mandala Trikora mendirikan Yayasan Trikora untuk membantu anak-anak itu.
Setelah Soeharto jadi presiden, yayasan itu dikembangkan. Di awal Orde Baru, banyak anak Indonesia yang memiliki kemampuan intelektual namun belum mendapat kesempatan untuk menuntut ilmu. Soeharto meyakini, jika diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan informal, maka akan menjadi modal bagi pembangunan bangsa.
Hanya saja, Soeharto tak mau pemerintah berjalan sendirian. Dia merasa masyarakat dan orangtua juga memiliki kewajiban yang sama dalam pendidikan anak. Alasan inilah membuatnya mendirikan Yayasan Supersemar pada 16 Mei 1974 lalu, di mana Soeharto menjadi ketuanya.
Dalam menjalankan roda organisasinya, lembaga ini menerima sumbangan dari sejumlah pengusaha maupun dermawan lainnya dari perorangan maupun lembaga. Situs itu menyebut, para penyumbang notabene meyakini kemampuan Soeharto dalam membagikan beasiswa. Sehingga, dalam waktu singkat terkumpul dana hingga Rp 1 miliar.
Setelah dana terkumpul, Soeharto selaku ketua Yayasan Supersemar lantas mengundang para rektor perguruan tinggi negeri ke Jakarta guna membahas pelaksanaan beasiswa Yayasan Supersemar. Dia meminta agar mereka memberikan kesempatan berkuliah bagi mahasiswa-mahasiswa tak mampu.
Awal tahun 1975, yayasan ini segera memberikan beasiswa pertamanya kepada 3.135 mahasiswa perguruan tinggi negeri di lingkungan Depdikbud. Di mana mahasiswa yang masuk ke dalam Rayon A mendapatkan dana sebesar Rp 15 ribu per bulan, dan mahasiswa rayon B sejumlah Rp 12,5 ribu per bulan.
Setahun kemudian, beasiswa mulai diberikan pada siswa SMTA kejuruan negeri, di mana 667 siswa masing-masing mendapatkan Rp 5,5 ribu dan Rp 6 ribu setahun berikutnya. Hingga kini, setidaknya terdapat 17.000 mahasiswa, 43.000 pelajar SMTA kejuruan negeri, dan 37.000 siswa SD tengah yang telah menerima beasiswa Yayasan Supersemar. Di mana 159.375 jatah beasiswa untuk mahasiswa, 367.717 jatah beasiswa pelajar SMTA kejuruan negeri, dan 269.000 paket bantuan untuk anak asuh.
Namun dalam perjalanannya, Yayasan Supersemar tidak sepenuhnya memberikan dana beasiswa bagi pelajar tidak mampu. Yayasan ini malah memberikan pinjaman atau penyertaan modal untuk komersialisasi. Tindakan inilah yang mulai membuat Kejaksaan Agung curiga, kemudian menuntut yayasan dengan delik perbuatan melawan hukum. Yayasan Supersemar dianggap melanggar pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Meski yayasan berdalih usaha tersebut sudah diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga mereka, tindakan tersebut juga dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1976. Peraturan itu mengatur agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan lima persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.
Dalam gugatan pertama, Juli 2007 lalu, Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara Dachmer Munthe menyebutkan dana yang diterima dari BUMN tersebut harus ditujukan untuk membiayai pendidikan bagi pelajar tidak mampu. Namun, mereka hanya menemukan 2,5 persen saja yang masuk ke yayasan, sedang 2,5 persen lainnya masuk ke rekening swasta.
Dari penelusuran Kejaksaan Agung, dana yayasan mengalir ke PT Bank Duta dan PT Sempati Air. Di mana masing-masing perusahaan mendapatkan USD 125 ribu pada 22 September 1990 dan Rp 13,1 miliar pada 23 September 1989 hingga 17 November 1997.