Yenti Garnasih: Kasus Wahyu Setiawan Lebih Mengarah ke Penipuan
Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih menilai, kasus hukum yang menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan bukan merupakan kasus suap. Dia merasa, kasus itu mengarah ke penipuan karena Wahyu menjanjikan suatu hal yang tidak dapat dipenuhi.
Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih menilai, kasus hukum yang menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan bukan merupakan kasus suap. Dia merasa, kasus itu mengarah ke penipuan karena Wahyu menjanjikan suatu hal yang tidak dapat dipenuhi.
"Saya melihat ini lebih kepada penipuan, ada pihak yang mengiming-imingi Harun Masiku dengan permintaan uang tertentu agar menjadi anggota DPR. Tapi nyatanya sampai hari ini keputusan tidak berubah," kata Yenti, dikutip dari Antara, Kamis (16/1).
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Dugaannya itu diperkuat dengan posisi Harun Masiku yang belum juga ditetapkan menjadi anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia.
Diketahui, Wahyu dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yenti menjelaskan, putusan KPU tentang caleg terpilih atau pergantian antar waktu (PAW) harus diambil secara kolektif kolegial. Sehingga tak ada celah untuk Wahyu seorang diri bisa menjadikan Harun sebagai anggota DPR.
Terbukti, dalam rapat pleno KPU pada 6 Januari 2020 sudah diputuskan bahwa permohonan mengangkat Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia tidak dapat dikabulkan.
"Sejauh ini, saya melihat kasus ini adalah orang per orang. Karena keputusan di KPU itu kolektif kolegial, tidak mungkin Wahyu Setiawan bisa mengubah keputusan sendiri atas keputusan yang sudah ditetapkan secara bersama-sama dengan komisioner KPU yang lainnya," kata mantan Ketua Pansel Capim KPK ini.
Atas peristiwa ini, Yenti khawatir akan menggerus kepercayaan masyarakat pada penyelenggara pemilu. Kasus yang menjerat Wahyu Setiawan ini sangat memprihatinkan, apalagi menjelang Pilkada 2020.
"Dan sangat kebetulan, kasus ini berbarengan dengan mencuatnya kasus korupsi Jiwasraya. Apakah ini benar-benar sebuah kebetulan? Tentu masyarakat jangan mau dikaburkan atas kasus korupsi tersebut," kata Yenti.
Diketahui, mantan anggota KPU Wahyu Setiawan menjanjikan bisa meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR dengan iming-iming uang Rp900 juta. Namun dalam pleno KPU, niatan itu ditolak oleh anggota KPU lainnya.
Sebab, KPU berpegangan pada UU Pemilu bahwa apabila caleg terpilih dalam hal ini Nazaruddin Kiemas meninggal dunia, maka yang berhak menggantikan adalah suara terbanyak kedua yakni Riezky Aprilia.
Sementara PDIP mengajukan caleg terpilih Harun Masiku, bukan Riezky berdasarkan keputusan MA. Putusan MA menyatakan apabila caleg terpilih meninggal dunia, maka yang berhak menunjuk gantinya adalah parpol.
(mdk/rnd)