Tampilkan Foto Gus Dur, Yenny Wahid Sindir soal RUU Pilkada 'Kirain Sudah Lulus TK Ternyata Turun ke PAUD'
Unggahan Yenny lantas mendapat banyak komentar dari warganet.
Polemik mengenai Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menganulir putusan MK soal Pilkada mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya ialah Yenny Wahid.
Putri Presiden ke-4 Aburrahman Wahid atau Gus Dur itu terang-terangan menyindir keadaan demokrasi yang terjadi saat ini.
Dalam unggahannya, dia mengkolase foto Gusdur dengan foto anak-anak yang main pukul-pukulan bantal. Pada foto Gus Dur tertulis kalimat yang pernah diucapkannya "DPR seperti taman kanak-kanak".
Sementara di foto anak-anak tertulis, RUU Pilkada, keputusan MK dan Baleg DPR.
Turun ke PAUD
Pada keterangan unggahan, Yenny mengatakan baru saja menikmati secercah cahaya demokrasi, namun tiba-tiba dihantam dengan persoalan DPR yang akan mengesahkan RUU Pilkada.
"Baru saja menikmati secercah cahaya demokrasi, eh dihantam lagi. Kirain udah lulus TK, ternyata malah turun ke PAUD," tulis Yenny.
"Jadi rakyat memang harus sabar ketika penguasa sedang lupa diri," sambungnya.
Unggahan Yenny lantas mendapat banyak komentar dari warganet.
"Bener dan terjadi, apa kata Alm Kiai Gusdur bahwa lbh baik DPR di bubarkan. Al Fatihah unk Alm Kiai Gusdur😇🙏," tulis akun Ferrtbe***
"Bener kata gusdur mb dpr itu mending d bubarkan," tulis akun prasetiobud**
"Demokrasi dirusak oleh orang-orang yang syahwat berkuasa untuk kelompok dan kroninya , DPR mewaili kelompoknya bukan untuk rakyat ☹," tulis akun adirahbiman***
"Lawaaaaan mbak @yennywahid, Al fatihah untuk almarhum Gus Dur," tulis akun bogihindr**.
DPR Anulir Keputusan MK
Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendadak mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam rapat kerja yang digelar pada Rabu, 21 Agustus 2024 kemarin.
Agenda tersebut dilakukan tepat satu hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan progresif yang mengubah aturan Pilkada.
Berdasarkan rapat Panitia Kerja (Panja), RUU Pilkada ini tidak merujuk pada putusan MK, justru sebaliknya. RUU Pilkada ini cenderung melawan putusan MK.
Banyak pihak kemudian menuding langkah yang dilakukan Baleg DPR itu sebagai salah satu bentuk pembangkangan yang bisa membuat cacat hukum di Indonesia.
Baleg DPR RI telah sepakat jika RUU Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU. Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja di Ruang Baleg, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
Delapan Fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus menyetujui Revisi UU Pilkada dibawa ke rapat paripurna. Hanya Fraksi PDIP yang tak sependapat dengan putusan tersebut.
Ada beberapa poin-poin Putusan MK yang direvisi DPR melalui RUU Pilkada, salah satunya mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah.
Dalam Pasal 40 UU Pilkada, MK memutuskan menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, ambang batas pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen partai politik pemilik kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kemudian, ambang batas itu diubah menjadi didukung oleh partai politik dengan perolehan suara antara 6,5 sampai 10 persen dari total suara sah. Angka persentase dukungan partai ini disesuaikan dengan jumlah penduduk di provinsi, kabupaten, maupun kota.
Baleg DPR merevisi putusan tersebut melalui RUU Pilkada dan menyatakan ambang batas pencalonan sebesar 6,5 sampai 10 persen suara sah hanya berlaku bagi partai politik non-kursi di DPRD.
Sedangkan ambang batas pencalonan bagi partai pemilik kursi di DPRD adalah sebesar 20 persen dari jumlah kursi di Dewan atau 25 persen dari perolehan suara sah.
Akibatnya, PDIP akan gagal mengajukan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sendiri bila menggunakan aturan Baleg. Namun, jika menggunakan putusan MK pada Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada, PDIP bisa mengusung calonnya sendiri.
Selain itu, MK juga memutuskan syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon sesuai Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada.
Namun, aturan tersebut lagi-lagi diubah Baleg DPR dengan merumuskan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.