Yusril: Abraham Samad salah tafsirkan WN istimewa
Hal itu ditulis Yusril saat berkicau di akun twitter miliknya dengan akun @Yusrilihza_Mhd.
Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad salah menafsirkan istilah warga negara istimewa. Padahal, istilah itu tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia.
Hal itu ditulis Yusril saat berkicau di akun twitter miliknya dengan akun @Yusrilihza_Mhd.
"Saya beda pendapat dengan Abraham Samad. Istilah WN istimewa enggak dikenal dalam sistem kewarganegaraan kita. Presiden/wapres adalah jabatan," tulis Yusril, Selasa (20/11).
Tidak hanya itu, dia juga menilah Abraham salah menafsirkan kalimat dalam konstitusi yang seolah KPK tidak memiliki kewenangan untuk menyidik. Terlebih, saat ini Boediono tengah menjabat sebagai Wakil Presiden.
"Korupsi yang diduga dilakukan Boediono dilakukannya ketika menjadi gubernur Bank Indonesia, bukan sebagai wapres. Karena itu KPK berwenang menyidik Boediono," tandasnya lagi.
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945, DPR baru bisa melakukan tindakan jika presiden atau wakil presiden melakukan korupsi dengan membuat pendapat. Melalui pendapat itu, DPR mengirimkan langsung melalui KPK.
Bahkan, sebelum pertemuan antara DPR dan KPK dilakukan hari ini, DPR memberikan rekomendasi agar KPK melakukan penyelidikan terhadap kasus century. Namun, KPK justru melempar balik kepada parlemen.
"Ini akan timbulkan debat panjang di DPR. Meski demikian, saya ingin lihat juga bagaimana sikap DPR atas pernyataan Ketua KPK. Akankah proses impeachment akan terjadi?" pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad melemparkan tanggung jawab kepada DPR untuk menyelidiki keterlibatan Wakil Presiden Boediono ketika menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dalam kasus bailout century.
Menurut Abraham, KPK tidak bisa melakukan penyelidikan terhadap warga negara istimewa seperti pejabat negara setingkat wakil presiden.
"Dalam hukum konstitusi, terhadap warga negara istimewa penyelidikan itu adalah hak DPR, kami tidak berwenang," ujar Abraham saat menjawab pertanyaan Timwas Century di Gedung DPR, Selasa (20/11).