3 Tahun Jokowi-JK, Gerindra beri catatan merah soal demokrasi
Partai Gerindra memberikan penilaian atas kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama 3 tahun memimpin Indonesia. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menilai aspek demokrasi merupakan catatan merah dari pemerintahan Jokowi-JK.
Partai Gerindra memberikan penilaian atas kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama 3 tahun memimpin Indonesia. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menilai aspek demokrasi merupakan catatan merah dari pemerintahan Jokowi-JK.
"Kalau dari aspek demokrasi, menurut kami luar biasa. Menurut kami ini catatan merah ya," kata Riza di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/10).
Contohnya, langkah pemerintah memaksakan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dalam UU Pemilu. Penerapan angka ambang batas pencalonan presiden dinilai melanggar hak demokrasi warga negara dan konstitusi.
"Konstitusi pemilu misalnya, pemerintah memaksakan presidential threshold 20 persen, ini sangat melanggar. Melanggar hak demokrasi, keadilan, melanggar hak yang sama, melanggar konstitusi," tegasnya.
Pemerintah seharusnya menurunkan bukan malah menaikkan angka ambang batas pencalonan presiden. Untuk itu, Riza menyebut penerapan ambang batas justru merupakan kemunduran demokrasi.
"Kita telah memberi kesempatan pemilihan presiden dan wakil presiden diusung melalui partai politik tidak memberi ruang pada independen, tapi di partai politik sendiri sudah dibatasi lagi dengan threshold 20 persen," sambung dia.
Selain UU Pemilu, keluarnya Perppu Ormas semakin menambah mundur iklim demokrasi di Indonesia. Terbitnya Perppu Ormas menunjukkan pemerintah arogan, represif dan otoriter.
"Tambah lagi sekarang Perppu Ormas, lebih mundur karena ini seperti arogansi kekuasaan, bentuk otoriter, ini bentuk represif, bentuk tafsir tunggal, absolut pada pemerintah semata," ujar Riza.
Lebih lanjut, Riza menyoroti soal program revolusi mental yang dikampanyekan Jokowi-JK saat Pemilihan Presiden 2014 silam. Hingga saat ini, dia mengaku tidak memahami konsep dan implementasi program tersebut.
Wakil Ketua Komisi II ini menambahkan, pekerjaan rumah pemerintah yang harus segera diatasi yakni masalah sembako, masalah tingginya listrik, pengangguran, sulitnya lapangan pekerjaan.
"Sampai hari ini kita enggak ngerti, enggak tau apa konsep revolusi mental, implementasinya seperti apa, bentuknya seperti apa. Buktinya kriminal meningkat, pidana meningkat, korupsi meningkat, dan sebagainya," ucapnya.
Soal pembangunan infrastruktur, Riza mengapresiasi kinerja pemerintah di sektor itu. Namun, dia menganggap pembangunan infrastruktur tidak semuanya tepat sasaran.
Riza juga mengingatkan pemerintah agar infrastruktur yang dibangun dengan anggaran besar harus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.
"Membangun infrastruktur itu membutuhkan dana yang besar, lokasi titik harus disesuaikan," tambah Riza.