Airlangga Dinilai Terlalu Ekslusif Pimpin Golkar
"Faksionalisasi yang lazim tumbuh di setiap parpol, termasuk di dalam Partai Golkar dikhawatirkan semakin meruncing yang pada gilirannya dapat memunculkan problem soliditas yang justru akan merugikan Partai Golkar sendiri," ungkapnya
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dinilai sangat eksklusif. Sehingga banyak kader yang menginginkan kepemimpinan ketua umum baru yang inklusif dan bisa memainkan peran politik partai Golkar.
Direktur Sinergis Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin menilai, eksklusifitas Airlangga memunculkan kekhawatiran hanya orang terdekatnya yang diusung sebagai calon menteri Partai Golkar. Sehingga peluang kader yang dianggap kritis dan bukan loyalis Airlangga kecil diajukan kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu bakal memicu potensi konflik di internal partai.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Apa alasan Nurdin Halid menilai Airlangga Hartarto layak memimpin Golkar? "Sangat layak, Erlangga memimpin Golkar," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/4). Nurdin mengaku di Pemilu 2024, Golkar perolehan kursi di DPR RI meningkat menjadi 102. Padahal di Pemilu 2019, Golkar hanya meraih 85 kursi. "Dari 85 kursi menjadi 102, itu tidak mudah. Sangat layak (memimpin kembali Golkar)," tuturnnya.
-
Siapa yang menyampaikan keinginan aklamasi untuk Airlangga Hartarto dalam memimpin Golkar? Untuk informasi, kabar adanya keinginan aklamasi dari DPD I dalam penunjukkan Airlangga kembali memimpin Partai Golkar disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk F. Paulus.
-
Kenapa banyak Ketua DPD Golkar ingin Airlangga Hartarto kembali memimpin secara aklamasi? "Makanya cukup rasional jika DPD ingin aklamasi untuk AH," jelasnya. Dia menambahkan, tidak mudah untuk Golkar meraup suara maksimal di Pemilu karena tidak ada kader yang bertarung di Pilpres 2024.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto mengelola potensi konflik di dalam Partai Golkar? Lanjut Dedi, Airlangga juga mampu merawat infrastruktur partai dengan mengelola potensi konflik yang baik.
-
Apa yang dilakukan Aira Yudhoyono bersama kakeknya, Susilo Bambang Yudhoyono? Mereka menikmati waktu bersama dengan penuh keasyikan, saling memperhatikan berbagai hal di sekitar mereka!
"Faksionalisasi yang lazim tumbuh di setiap parpol, termasuk di dalam Partai Golkar dikhawatirkan semakin meruncing yang pada gilirannya dapat memunculkan problem soliditas yang justru akan merugikan Partai Golkar sendiri," ungkapnya kepada wartawan, Senin (29/7).
Dia menilai ketidakcakapan Airlangga memainkan peran politik Golkar juga dikhawatirkan menempatkan partai pada posisi tidak semestinya. Misal soal posisi Ketua MPR yang dinilai harusnya menjadi jatah Golkar. Lobi politik Airlangga disebut kurang canggih.
"Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika kemudian muncul gagasan dari sebagian kader Golkar untuk memajukan agenda pemilihan Ketua Umum Partai Golkar yang baru sebelum ditetapkannya susunan kabinet baru dan sebelum digelarnya pemilihan paket pimpinan MPR," ujar Said.
Atas dasar itu, Said melihat wajar jika banyak kader ingin ketua umum baru. Yang didorong adalah Ketua DPR Bambang Soesatyo. Menurutnya Bamsoet merupakan antitesis Airlangga yang lebih inklusif.
"Bahwa kenapa nama Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang muncul dan bahkan menguat di dalam wacana Munaslub Partai Golkar, saya menduga karena Bamsoet dinilai oleh para kader Golkar sebagai antitesis dari Airlangga. Bamsoet dipandang lebih inklusif, egaliter dan akomodatif," ucap Said.
Said menganggap, sebagai Ketua DPR, Bamsoet juga dinilai sudah teruji dalam membangun relasi politik diantara partai-partai politik di parlemen, dengan tetap mampu menjaga marwah dan kewibawaan Partai Golkar dihadapan partai-partai politik yang lain.
"Jadi, dalam hal Munaslub Golkar dapat disetujui untuk diselenggarakan sebelum bulan Oktober, misalnya menurut saya hal itu boleh jadi justru akan baik bagi Partai Golkar sendiri. Biar saja Bamsoet dihadapkan dengan Airlangga dalam sebuah pemilihan yang demokratis," pungkas pakar hukum tata negara itu.
Baca juga:
Wasekjen Nilai Belum Saatnya Evaluasi Kinerja Ketum Golkar Airlangga
Bamsoet Sindir Airlangga: Kalau Dukungan Kuat, Tak Perlu Ragu Gelar Rapat Pleno
Loyalis Airlangga Tak Lihat Kehadiran DPD Golkar di Deklarasi Bamsoet
Airlangga Klaim Didukung 60 Persen Suara di Munas Golkar
Agung Laksono: Dinamika Airlangga vs Bamsoet Tak Seperti Saya dan Pak Aburizal